Jumat, 23 Desember 2022

Mengucapkan Selamat Natal, Bolehkah?

Tergelitik postingan seorang teman tentang larangan mengucapkan selamat natal. Bahkan ada yang mengharamkan. Ra patiyo seneng jane topik iki, digoreng terus tiap tahun. Tapi piye yo, kok jadi seolah-olah aku yang masih mengucapkan seakan-akan menjadi goyah akidahnya. Piye?

Waktu aku masih SMA masuk gereja ikutan natalan kakakku pernah. Namanya masih muda, curious, gereja kotabaru. Apik, megah. Dengan upacara katholik roma yg masih kental dengan dupa dan beberapa ucapan bahasa latin yang aku gak ngerti. Pulang dari situ yo biasa wae.

Setelah aku mahasiswa, juga masih sering antar Ibuku ke gereja kotabaru, ngedrop aja tapi. Dan kadang antar ke gereja ganjuran juga, ketemu dengan Romo Tomo, silaturahmi, Beliau memelukku dan di kemudian hari ketika aku sudah di Jakarta, Beliau selalu ingat namaku. Papaku adalah adik angkat Beliau. Apakah tergetar akidahku? Samasekali tidak.

Aku malah setiap diajak ke sana selalu mengenakan turban, sebagai simbol Islam. Sebagai tanda bahwa kami orang Islam gak masalah antar Ibu-Bapak ke gereja, sebagai bentuk bakti kepada kedua orang tua (ortu). Kami orang Islam gak akan tergoyahkan keimanan meski memasuki kompleks gereja, bahkan dipeluk Romo yang notabene adalah Pakde saya.

Balik lagi ke ucapan selamat natal. Tentu saja saat masih tinggal dengan ortu tak pernah mengucapkan, hawong sak omah ngopo. Ikutan kakakku menghias pohon natal aja palingan. Tapi saat aku sudah di Jakarta, sedapat mungkin saat natal (disamping lebaran tentu saja) pulang ke Jogja. Menemani ortu supaya tidak merasa sepi, karna biasanya hanya ditemani kakakku, Mbak Rita saja. Jika karna satu dan lain hal gak bisa pulang, ya ringan saja telpon Beliau dan mengucapkan, "Sugeng natal njih mah", dan kemudian berlama-lama ngobrol tentang apa saja.

Seingatku keributan tentang boleh tidak mengucapkan selamat natal sudah lama, jauh sebelum kedua ortuku berpulang. Ya aku biasa-biasa saja, karna bagaimanapun ini ortuku, kuhormati dengan memenuhi keinginan mereka. Dan ortuku ini sejak aku kecil juga tidak pernah memaksa aku untuk ikut agama mereka. Karna aku memilih sendiri, Insyaallah tidak goyah, mengucapkan selamat natal hanya sebagai muamalah saja, serta menghormati orang yang lebih tua. Bahkan kepada tante suami yang kebetulan kristiani, akupun mengucapkan selamat natal.

Setelah ortu meninggal, masih ada 2 kakakku dan keluarganya yang kristiani. Tulisan tentang pro-kontra ucapan ini semakin deras di lini online. Sebagian ulama pro, sebagian lagi kontra. Ulama lo ini, masih terjadi pro dan kontra, apalagi aku yang ilmu agama masih cetek, apalah aku. Bahkan para tokoh masyarakat dalam pemerintahan maupun agama sampai dengan sekarang ini masih mengucapkan selamat natal. Gak ngerti juga apa gunanya berdebat.

Aku, kini demi menghormati pengetahuanku, akhirnya mengganti kata secara semantik saja. Yang tadinya selamat natal, menjadi selamat merayakan natal.

So, saudaraku dan teman kristianiku yang merayakan natal, selamat berbahagia bersama keluarga dan handai taulan ya, semoga kebahagiaan, kedamaian dan keberkahan selalu melingkupi kita, aamiin..

Yogyakarta,
24 Desember 2022


Ref:
https://www.google.com/amp/s/m.antaranews.com/amp/berita/1913776/baik-dan-buruk-ucapan-selamat-natal-bagi-muslim



Untuk saudara-saudaraku


Untuk sahabat-sahabatku


0 komentar:

Posting Komentar

 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design