Kamis, 21 April 2022

Ibuku, Kartiniku

Almarhumah Ibuku hanyalah lulusan SD. Karna disaat Beliau kelas 2 SMP, sudah menikah, dijodohkan dengan Bapak. Tapi meskipun begitu, pada waktu itu Beliau punya pandangan yang jauuh ke depan. Melebihi pandangan perempuan pada masa itu, sebagai seorang Ibu. Bahwa putra-putrinya harus sekolah tinggi, sampai dengan minimal Sarjana Muda (pada masa itu, atau D3 kalau sekarang). Tidak pandang bulu. Anak laki-laki dan perempuan sama. Meski kata Bapak waktu itu, "Wong wedok ngopo sekolah duwur-duwur, SMA cukup" (Perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi, SMA saja sudah cukup).


Mungkin pada saat itu pemikiran Bapak praktis saja, karena anak 8. Mungkin yang dimaksud juga mengenai kecukupan biaya. Tapi kata Ibu saat itu, "Yo ora, kudu podo. Ben mengko entuk jodone yo cah kuliahan, dudu lulusan SMA thok". (Ya enggak begitu, harus sama. Supaya nanti dapat jodohnya anak kuliahan, gak cuman lulusan SMA saja).


Simpel, seperti itu. Saat aku tau alasan Beliau itu adalah saat aku sudah dewasa dan bertanya. Alasan itu sungguh diluar dugaan dan sangat visioner. Kalo supaya tidak hanya jadi lulusan SD seperti Ibu, aku sudah tau. Kalo supaya sebagai Ibu bisa pinter dan bisa nantinya mendampingi anak belajar, aku sudah tau. Tapi ini merupakan hal baru bagiku kala itu, dan tidak terpikirkan olehku. Ibuku, ingin mengangkat derajat semua anaknya! Tidak hanya yang laki-laki, tapi juga perempuan. Masyaallah..


Dan untuk mewujudkan keinginannya itu, Ibu tidak segan membantu Bapak dalam perekonomian keluarga. Dari sejak Beliau muda. Subuh Beliau sudah bangun, ke pasar, ngukus singkong, melumatnya untuk dibuat getuk lindri, dan dijual di depan rumah. Setiap jam 7 pagi, getuk lindri sudah habis, laris manis, alhamdulillah. Kemudian jam 8 Ibu mulai bekerja sebagai buruh jahit di tacik cina di daerah Jl Diponegoro, Jogja. Terkadang Ibu juga membawa lemburan jahitan di rumah.


Dari Tante Cho ini (nama tacik tsb), Ibu mencoba belajar jualan berlian, karna kenalan Ibu di pasar banyak. Dan alhamdulillah juga berhasil. Dan justru laba dari jualan berlian inilah yang lumayan. Bahkan saking lumayannya pernah sampai bisa untuk membeli rumah yang lain di dalam kampung Bausasran. Begitulah, Ibuku pantang menyerah, sampai dengan akhirnya anak-anak sudah besar, Ibu tidak jualan getuk dan buruh jahit lagi. Seiring meningkatnya karier Bapak, sebagai wakil kepala Balai, maka Ibu pun menjadi wakil ketua Dharma Wanita. Dan kemudian dipercaya memegang catering untuk pelatihan selama 3 bulan, bersama ibu-ibu Dharma Wanita lainnya. Itulah cikal bakal berdirinya Purvitasari Catering. Disaat tidak ada orderan catering partai besar, Ibuku pergi ke Jakarta, beli baju-baju grosiran di Tanah Abang. Kemudian di rumah diperbaiki lagi, disesuaikan standar butik. Dan dijual ke kenalan atau pasar. Pada akhirnya, Ibuku juga sempat membuka butik di rumah.


Itulah Ibuku, seorang wanita maju pada jamannya, berpikir kedepan, visioner, pantang menyerah, mandiri, dan mencintai sepenuh hati suami & anak-anaknya.


Pada akhirnya, alhamdulillah, semua putra-putri Ibu lulus sarjana muda. Bahkan 3 putra-putri terakhir menjadi Sarjana. Dan pada akhirnya, semua putri-putri Beliau mendapatkan anak kuliahan, insyaallah hidup berkecukupan, seperti yg diinginkan Almh Ibuku. 


Selamat Hari Kartini untuk ibu-ibu tangguh yang telah melahirkan putra-putri hebat di Negeri ini 💗💗💗


Yogyakarta, 21 April 2022


Saat menerima catering di kantor Bapak

Saat wisuda sarjana muda kakak no 2


Saat sedang menunggu kastemer di butik jl veteran jogja


Saat acara kantor sebagai wakil ketua Dharma Wanita


Saat bersama Bapak mendampingiku (anak bungsu) wisuda sarjana di UGM


 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design