Lanjut yaa..
Cabut gigi keenam baru saja kulakukan 6 hari yang lalu. Kali ini giliran gigi geraham nomor 5 kanan bawah yang sama-sama gingsul, tumbuh miring seperti yang kiri. Sudah dicoba dipertahankan, kali ini sudah gak bisa, dan malah merusak gigi-gigi sebelahnya. Harus tanya sana-sini, karena kali ini cabut gigi akan dilakukan di Jogja. 2 nama rekomen dokter sudah kukantongi, dari teman SMP, SMA dan keponakan. Akhirnya pilihan jatuh pada dokter S rekomen keponakan, karena katanya gak sakit dan gak bengkak, waktu dia operasi impaksi (gigi geraham tidur). Hari Jumat, aku telpon RS khusus Gigi dan Mulut untuk memastikan, ternyata doker S bukan SpBM. Aduh, muntir deh, takut, ya sudah gak jadi deh. Besok aja, di dokter B aja yang SpBM, kebetulan hari Sabtu jadi suami bisa antar.
Malam Minggu diantar suami dan anak-anak berangkat ke dokter B (praktek di rumah kalau sore), ternyata antri nunggu 3 orang lagi. Lihat-lihat, kok dokter praktek sendiri, gak dibantu perawat, agak njeper juga. Jadi ketika anak kelaperan dan minta makan malam dulu di mall deket situ, langsung kuiyain aja. Dan ternyata macet, selesai makan sudah jam 8 malem, praktek dokter sudah tutup. Ya sudah, besok Senin saja, kebetulan dokter B juga praktek di RS khusus Gigi dan Mulut. Pasti kalau di RS, Beliau dibantu perawat dan peralatan lebih lengkap. Singkat cerita, Senin menurut telpon, beliau praktek jam 12-14. Jam 13 aku sudah sampai RS, ternyata kata bagian pendaftaran di lantai 3, pak dokter sudah pulang, hanya ada 2 pasien pagi. “Lah gimana pak, tadi saya sudah telpon, katanya praktek jam 12-14”, kataku. Dengan santainya si bapak bilang, “Ya bagian depan kan enggak tau mbak”.. Gubrak deh, kalau bagian depan yang nomor telponnya di web gak tau, apa aku harus nanya pada rumput yang bergoyang? Yungalah..
Akhirnya dikasihlah nomor HP pak dokter B dan diminta janjian sendiri. Malamnya aku wa pak dokter, ternyata kata beliau seminggu ini tidak praktek di RS karena sedang membantu proses akreditasi akademik. Duh, nanti ketunda-tunda lagi deh. Ya sudah, Jumat aja lagi, gak papa lah dengan dokter S yang bukan SpBM, tapi kan rekomen keponakanku, dan praktek di RS. Hari jumat, tanpa telpon lagi, langsung datang ke RS, Beliau praktek jam 10-12. Setelah mendaftar, dipanggil, tensi, disuruh tunggu lagi. Sekitar setengah jam kemudian seorang perawat memanggil dan meminta maaf, bahwa dokter S tidak praktek hari itu. Aduuhh..
Ya sudahlah, pulang, dan dengan tekad bulat kuputuskan, gak papa deh nanti malem harus, ke tempat praktek dokter B yang Sabtu minggu lalu gak jadi, di rumah Beliau. Malemnya dengan nyetir sendiri, kutempuh jarak 9 km untuk cabut gigi. Hanya nunggu 1 pasien sebelumku, dan cepat. Setelah dipanggil, diperiksa, dan memang harus dicabut giginya. Deg-degan, so pasti. Posisi yang nyempil, miring dan gigi yang sudah agak rapuh membuat prosesnya agak lama. 4x kumur saat proses cabut, membuatku gemetaran. Darahnya banyak, meskipun yang terakhir sudah sedikit. Mana sempet air di gelasnya habis, harus isi dulu, nunggu, keburu darahnya netes-netes ini. Setelah selesai, lega sih tapi mesti istirahat dulu sebentar, duduk, supaya deg-degan dan gemetaran hilang, karena harus nyopir lagi ke apotek trus pulang. Di apotek menurut teori tinggal kasih resep, ternyata ditanya alamat dan nomor telpon. Masih gigit kapas nih, kasih kode tarzan yang bunyinya kira-kira, “Saya tulis aja ya mbak”. Gitu deh..
Singkat cerita, sampai rumah lepas kapas, minum obat, taruh kapas lagi. Lepas kapas, makan. Sampai tengah malam gak bisa tidur, karena perdarahan belum berhenti. Akhirnya gigit kapas lagi sejam. Lumayan gak berdarah lagi, cuman rembes, bisa tidur deh, meski paginya di bantal masih ada sedikit ceceran ludah bercampur darahnya. Minggu malam baru berhenti total rembesan darahnya, Alhamdulillah. Tapi senin pagi bawah lidahku tiba-tiba merah memar dan sariawan di lidah kiri kanan. Meski sudah wa dokter dan dibilang tidak apa-apa, tapi sorenya aku tetap kontrol ke dokter B. Obat pereda nyeri tetap diminum sampai dengan Selasa, dan sariawan hanya disuruh kumur daun sirih. Memar di bawah lidah katanya bukan dari akibat cabut gigi, tapi memang karena kondisiku yang sering memar tanpa sebab.