Sabtu, 05 Februari 2022

SAYA SEMBUH DARI GERD DAN LPR

Akhirnya saya beranikan diri untuk menulis blog ini. Dan memberanikan diri untuk menuliskan kata sembuh. Meski pada kenyataannya yang terjadi adalah berdamai dengan penyakit ini, dan menjadikan dietnya sebagai lifestyle.


Tapi kata-kata sembuh ini sangat krusial, karna mempunyai efek ganda terhadap kesembuhan (dalam tanda petik) itu sendiri. Jika tidak maka yang terjadi adalah anda merasa sakit terus, menderita terus, tersiksa terus, merasa tidak bakalan bisa sembuh. Sehingga itu membuat efek domino, melingkar, membuat stress, yang pada akhirnya akan benar-benar terjadi bahwa GERD/LPR anda tidak akan pernah sembuh, sering banget kambuh, dll. Jadi mindset itu penting dalam proses ini.


Pertama kali saya didiagnosis GERD adalah awal tahun 2016, setelah 3 bulan sakit tidak jelas dan ganti dokter sampai 3x. Waktu itu sungguh saya tidak tau, bahwa kesulitan bernafas saya akibat dari penyakit lambung. Di dokter ahli gastro di Jakarta ini, yang diobati tidak hanya penyakit lambung saya, tapi saya diberikan obat penenang, obat lambung, dan pengencer dahak (obat penenang hanya diberikan selama 10 hari). Jadi pengobatan secara simultan. Dan lama. Kalau tidak salah selama 3 bulan, karna ingin sembuh tuntas saya rajin kontrol, setiap obat habis dan masih ada keluhan, saya ke dokter yang sama lagi, terus sampai keluhan hilang sama sekali, baik keluhan utama maupun penyerta. Itu yang kadang tidak ditelateni oleh teman penderita GERD juga. Dan selama pengobatan tsb, saya diet ketat, semua pantangan (dituliskan oleh perawat disana) tidak saya makan/minum. Saya turun 3 kg karna ini. Di kontrol yang kesekian, dokter sempat memberikan ultimatum, jika berat badan (bb) turun terus akan diendoskopi. Dan alhamdulillah, di kontrol terakhir bb saya sudah stabil kembali.


Kemudian rajin olahraga ringan 3-4x seminggu selama 30 menit, dan saya memakai logika sederhana bahwa pijat/refleksi bisa mengurangi ketegangan, relax, mengurangi kecemasan. Jadi saya kombinasikan, secara spiritual saya ikut pengajian seminggu sekali, dan pulangnya pijat refleksi selama 1 jam. Dan itu ternyata efektif, hehe.. 


Dan setelah sembuh, kebetulan saat itu pas bulan Ramadhan. Meski masih minum 1 jenis obat, alhamdulillah puasa saya lancar. Dan setelah lebaran, alhamdulillah saya tidak minum obat sama sekali. Selama puasa, bb saya turun 3 kg lagi. Jadi saat lebaran total bb saya turun 6 kg. Tapi saya merasa sehat, segar, badan enak, ringan.. 🙂


Meski begitu, diet makanan/minuman masih saya lanjutkan, lifestyle untuk tidak tidur/tiduran setelah makan dan menghindari membungkuk (seperti posisi ruku' atau sujud), yang kepala lebih rendah daripada perut setelah makan, masih saya ikuti. 2 tahun saya bebas sama sekali dari GERD, dan tidak minum obat apapun. Hingga tahun ke-3 saya mulai sedikit demi sedikit melonggarkan diet makanan/minuman saya. Daann awal th 2019 GERD saya kambuh lagi. Karena setahun penuh itu saya coba berbagai macam jenis kopi (tanpa gula, katanya aman untuk lambung), dan saat tahun baru sempat minum soda. Bukan salah kopi/soda, tapi memang sebagai penderita GERD kita dituntut untuk titen (mengingat) makanan/minuman apa yang membuat GERD kita kumat. Tapi karna sudah pernah, saya tidak panik lagi, kebetulan saat itu akan MCU di kantor suami di Jakarta, sekalian minta obat yang sama ke dokter umum, obat lambung dan pengencer dahak. Karna penasaran, saya sempat bertanya ke dokter THT saat sudah kembali ke Jogja, apakah saya kena LPR, dan jawabnya iya. Kemudian disarankan ke dokter gastro terkemuka di Jogja. Tapi demi kenyamanan saya sendiri (nyaman sangat penting untuk penderita GERD/LPR), saya memilih rutin kontrol ke dokter internist di Jogja yang sudah kenal, jadi lebih santai pengobatannya. 3 bulan juga pengobatan ini, di 2 bulan terakhir hanya via wa (keuntungan dokter kenalan). Olahraga yang tadinya mulai kendor saya rajinkan lagi, refleksi mulai lagi. Dan sembuh, alhamdulillah..


Kemudian diet makanan/minuman tetap saya jalankan. Lifestyle juga. Selama setahun. Tahun kedua saya coba kendorkan lagi, tapi saya sudah sama sekali tidak minum kopi atau soda. Karna kata dokter internist saya boleh dicoba sedikit-sedikit makanan/minuman yang dipantang jika sudah sembuh, sambil diingat kalau perlu dicatat, mana yang tahan, mana yang tidak. Daann, terjadi lagi, saya kumat di awal tahun 2021. Kali ini karna coklat (anak dapat coklat valentine banyak, ibunya yg habiskan, hihi), teh (teh di warung lebih kental dan pahit, ternyata saya gak kuat), dan mie instan biasa, bukan mie instan sehat. Meski saya tau obat sama dan bisa dibeli bebas, saya gak berani sembarangan (karna sebenarnya dalam kemasan obat tertulis harus dengan resep dokter), takut ketergantungan dan malah nanti jadi kumatan (karna tidak tuntas pengobatan). Saya pun ke dokter internist yang sama lagi. Obat tetap sama, dan jika masih ada keluhan saya wa dokter tsb. 2 bulan pengobatan, disertai olahraga dan banyak istirahat di rumah (belum berani refleksi karna pandemi). Dan lagi-lagi ketika sembuh pas bulan Ramadhan. Dan alhamdulillah selama puasa saya tidak minum obat samasekali, dan puasa lancar sebulan penuh, full, hehe..


Sekarang tahun 2022 awal, sudah 1 tahun sejak saya sembuh dari kumat yang terakhir. Saya masih diet, pantang sama sekali untuk makanan/minuman yang saya gak tahan. Tapi kendor untuk yang lain, masih mencoba mana makanan yang saya tahan walau sedikit. Pernah saya coba untuk makan pedas sedikit, masih bisa. Tapi pernah kebablasan, pedas lumayan masih saya makan juga. Akhirnya perut panas, tapi belum kumat yaa. Langsung saya buat puding cincau hitam sebagai cemilan. Ini saya cocok karna adem di perut, dan setiap pagi bangun tidur sebelum makan, minum air tajin (air rebusan beras saat masak nasi). Alhamdulillah seminggu sembuh tanpa obat (saran saya, jangan sedikit-sedikit obat njih). Ini sekedar sharing aja, setiap orang ada yang cocok ada yang tidak. Monggo diambil jika bermanfaat, jika tidak abaikan saja.


Olahraga saya tetap rutin sekarang, 3-4x seminggu. Memakai aplikasi walking dan time reminder. Pijat refleksi lakukan sendiri, terkadang pakai minyak kayu putih sebelum tidur. 


Setelah melalui beberapa tahun dengan penyakit ini, ada beberapa catatan yang saya dapat. Yang 1, penyakit ini tidak datang tiba-tiba, pasti sebelumnya pernah sakit maag, dll, tapi tidak dirasakan. Di kasus saya, th 2004 sebenarnya pernah maag, gak enak makan, mual, karna ada masalah keluarga. Belum masalah kesibukan pekerjaan, anak-anak, kurang olahraga. Tapi disepelekan. Tahun-tahun berikutnya ya tetap makan/minum apa aja, sering telat makan kalo malam (sampai rumah sudah capek), setelah makan langsung tidur. Saat setelah sahur juga langsung tidur, meski saat bangun perut, dada, panas, cuek aja, langsung mandi, berangkat kantor. Sekarang hal itu gak pernah saya lakukan. Habis sahur ya tidak tidur lagi, berkegiatan. 


Dan saya sangat suka coklat, dari sejak kecil. Bahkan dulu setiap ngantor, di tas, selalu ada coklat bar. Untuk cemilan jika tiba-tiba lapar di perjalanan. 22 tahun saya ngantor lo, sebelum pensiun dini, itu bukan waktu yang sebentar. Dan ternyata, setelah saya browsing, coklat ini makanan yang bisa melemahkan otot sfingter. Otot berbentuk cincin yang dapat membuka dan menutup, dan berfungsi mencegah makanan, udara, dan asam lambung bergerak ke arah sebaliknya (reflux). Saya gak pernah sakit perut yang sampai melilit, atau serasa menusuk sampai punggung. Tapi ternyata mual dan reflux sering, saya abaikan. Karna reflux hanya berasa seperti sendawa tapi makanan/minuman ikut sedikit, dan kadang pahit.


Yang ke-2, penyakit ini kombinasi antara 3 hal, kelelahan, stress, dan makan/minum yang tidak benar. Jika hanya 1 atau 2 masih bisa diatasi. Tapi jika 3 hal itu terjadi bersama-sama, maka secara empiris bisa dipastikan GERD akan datang. Untuk kelelahan bisa diatasi ya. Batasi kegiatan, jangan terlalu capek, apalagi jika sudah berumur (saya usia 51 tahun kini), jika terpaksa tidak bisa dan capek, bisa diatasi dengan pijat. Waktu saya didiagnosis GERD pertama kali tahun 2016 itu karna saya akhir 2015 sebenarnya sudah flu, tapi selama januari-maret mengharuskan saya bolak-balik jakarta-jogja, bisa seminggu 2x. Baik naik pesawat maupun kereta api. Jadi jika tadinya hanya stress dan makan/minum masih belum memunculkan penyakit. Ketika plus lelah yang tidak dirasa hingga tidak diatasi, maka bum! Terjadilah..


Untuk makan/minum juga bisa diatasi dengan pertama pantang total dahulu sampai pengobatan selesai, kemudian bisa diperhatikan mana yang kita tidak tahan samasekali, ato bisa tahan sedikit. Dan masih banyak makanan/ minuman yang enak yang boleh, jangan fokus pada yang gak boleh. Misal teh nasgitel (panas, legi/manis, kentel/kental) gak boleh dan gak tahan, masih ada teh camomile, teh bunga telang, dan teh sereh daun kelor. Hangat, nikmat dan gak kalah enak. Juice buah tertentu juga masih boleh, sehat, segar, dan nikmat. Dinikmati saja, jangan terlalu merasa menderita, toh semua makanan sudah pernah kita coba dulu-dulu. Jangankan kita yang sakit, artis-artis muda yang sehat bugar tapi ingin langsing aja mereka diet makanan, healthy food. Mereka gapapa, hepi-hepi aja, cenderung bangga malah. Makan healthy food gitu loh. Jangan dengarkan omongan orang yang seolah-olah merasa kasihan dengan kita, dengan diet kita. Toh jika kita sakit, mereka juga tidak ada disisi kita bukan? Hehe..


Nah, yang terakhir stress, susah dihindari. Orang hidup pasti punya stress, bohong kalo tidak, meski sedikit. Yang bisa kita lakukan adalah mengelola stress. Jika saya, saya kelola dengan dilawan, dengan olahraga ringan rutin, pijat refleksi, sharing dengan teman/saudara yang dapat dipercaya, jalan-jalan/dolan/refreshing, hindari toxic people, dan meningkatkan kehidupan spiritual kita. Jangan salah lo, dalam agama apapun itu juga terkandung nasehat-nasehat yang sebenarnya ada dalam ilmu psikologi dasar. Jika semua belum bisa anda lakukan, karna terlalu berat, jangan sungkan untuk berbicara dengan orang yang profesional di bidangnya, para psikolog. Insyaallah, semoga penyakit GERD/LPR anda teratasi.

Yakin sembuh yaaa.. 💕


Referensi:

1. https://youtu.be/VPas_ZzwcV4

2. https://www.tribunnews.com/kesehatan/2020/02/20/cara-mengatasi-gerd-jangan-makan-berlebihan-hindari-coklat-hingga-minuman-beralkohol

------

Catatan:

Kumat th 2016, kecapekan

Kumat 2019, kopi dan soda

Kumat 2021, coklat, teh dan mie instan


Diet GERD:

Tidak boleh pedas, asem/acid (seperti sakit maag pada umumnya). - ini pasti, tidak bisa ditawar lagi

Untuk GERD ditambah tidak boleh lemak, coklat, teh, kopi, susu (skim boleh), keju, mie kuning, roti (toast boleh, atau saat perut tdk kosong boleh), sayuran bergas (kol, brokoli, kembang kol, sawi putih, lobak), buah bergas (durian, nangka). - ini setelah sembuh tergantung masing2 orang

Diet Fatty Lever (saya juga punya fatty lever, hasil usg dari sejak masih kerja, dan hingga tahun kemarin masih ada, meski hanya ringan):

Hindari gorengan



4 komentar:

  1. Apik bingitz. Cocik tuk anakku yg keluhannya sama. Mtr nwn. Mugi sht terus. Barakallah

    BalasHapus
  2. Aamiin, maturnuwun dok, moga anaknya segera sembuh. Semangaattt! 👍💪

    BalasHapus

 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design