Sabtu, 10 Februari 2018

MAHASISWA KUPU-KUPU

Istilah mahasiswa kupu-kupu baru saja kudengar baru-baru ini saja. Ketika pulang kuliah, tiba-tiba anak perempuanku berkata, “Mah, aku gak mau jadi mahasiswa kupu-kupu”. Kaget kutanya, “Mahasiswa kupu-kupu itu apa dek?”. Ternyata artinya mahasiswa yang kuliah-pulang, kuliah-pulang. Oalah, tiwas mamae deg-degan, kirain istilah apa kupu-kupu itu, mirip kupu-kupu malam, hehe.. Jaman aku kuliah dulu belum ada istilah itu.

Masih lanjut kata anakku, maksudnya mahasiswa itu jangan hanya kuliah saja di kampus, selesai kuliah terus pulang. Harus berkegiatan, tidak harus masuk organisasi tertentu. Bisa juga kegiatan kampus yang lain.

Lalu apa salahnya menjadi mahasiswa kupu-kupu? Aku ingat-ingat, jika definisinya seperti itu, berarti aku termasuk mahasiswa kupu-kupu, hehe.. Waktu itu, tidak terbersit sedikitpun keinginan untuk berkegiatan di kampus. Yang penting kuliah dengan baik, lulus nilai memuaskan, bekerja, dan membahagiakan orang tua. Itu saja, simple, sederhana. Masuk kuliah di UGM pun juga dengan pertimbangan biaya, karena orang tua sudah pensiun sejak aku SMP, dan masih harus membiayai 3 orang anak lagi (termasuk aku).

Menurutku sih, imho, just be yourself, tidak perlulah memaksakan diri. Ukuran kesuksesan berbeda-beda untuk setiap orang. Nasehat ini juga kusampaikan pada anakku saat itu. Memang mungkin aku tidak menjadi Menteri ataupun Gubernur seperti Anies Baswedan (teman seangkatan ketika kuliah), atau Direktur perusahaan investasi jalan tol, atau Manajer perusahaan multinasional, atau Kepala SPI perusahaan negara yang labanya trilyunan, atau Partner KAP the big five, tapi aku sudah merasa cukup, aku bangga pada diriku sendiri yang bisa pensiun dini di usia 45 tahun. Nilai cukup memang susah diukur, akan tetapi semua itu hanya tergantung pada diri kita sendiri menilainya.

Lucu juga ketika setiap pembicara dalam seminar motivasi kesuksesan adek-adek mahasiswa selalu terselip kata-kata untuk nilai plus keaktifan. Meskipun tidak bisa disalahkan juga. Apa jadinya jika motivatornya sepertiku, hehe.. Akan tetapi, untungnya hal itu tidak membuatku rendah diri. Aku, seorang mahasiswa kupu-kupu kala itu. Tidak ikut senat, tidak ikut mapala, tidak ikut marching band, tidak ikut di gelanggang (pernah menari hanya bertahan 1 bulan, karena sudah tidak luwes lagi, hehe).. Dalam pikiranku saat ini, tidak mungkin semua orang jadi pemain, pasti ada yang jadi penonton. Tidak semua mahasiswa bisa dipaksakan untuk aktif, pintar ngomong, ekstrovert. Pasti ada yang tidak aktif, kuper, pendiam, introvert. Apakah kemudian mereka akan tidak sukses? Tidak bisa berkarya? Tidak bisa berkecukupan? Sungguh pikiran yang sangat naif..

1990
2014

 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design