Jumat, 13 November 2020

PENSIUN DINI

Suatu hari di tahun 2002, awal-awal aku mendapat promosi dari Kasie Akuntansi menjadi  Kabag Akuntansi & Keuangan dan "dikandangkan" (istilah anak buahku dewe yg ndlegek mengunekkan ibu buahnya yang sekarang punya ruangan sendiri, asemok), lagi jalan menuju ruangan dari ruang Dirkeu karena dipanggil. Mendadak lewat meja anak buahku yg mendlegek ini, kok ada buku Rich Dad Poor Dad (RDPD)? Sepertinya menarik. Judulnya kontradiktif ngono, isine opo yo? Sontak brenti, menimang-nimang, dan membuka sedikit, "Udah selesai baca belum? Pinjem boleh gak?", tanyaku. Anak buahku hanya mengangguk. Oke deh, sippo, kuambillah buku itu, dan kubaca saat itu juga dan lanjut di rumah.


Awal-awal bukunya menarik, lama-lama semakin ke belakang semakin mudeng buku apa itu. Oalah, buku yang all about money. Agak gak setuju sih sebenernya, apa- apa kok dinilai dengan uang. UUD, Ujung-Ujungnya Duit. Menurutku, banyak hal di dunia ini yang bisa dinilai tidak hanya dengan uang. Tapi, diluar itu, ada 2 hal yang menarik dari buku ini. Yang pertama, ide bahwa seharusnya orang itu pensiun dari pekerjaan tetapnya di usia 40 th, dan menikmati hidup. Apa jadinya jika kita bekerja terus hingga usia 58 th, kemudian berencana menikmati hidup setelahnya? Kelamaan dan ketuaan, hehe..

Rutinitas selama berpuluh-puluh tahun, kemudian setelah pensiun menyadari, bahwa rutinitas bekerja telah menjadi gaya hidup, dan lupa menikmati hidup ketika pensiun. Ketuaan, ketika kesehatan sudah kurang mendukung untuk aktivitas menikmati hidup itu. Contoh kecil, kolesterol, darah tinggi, penyakit jamak rata-rata umur segitu, jadi gak bisa menikmati soto betawi rempoa yang yahud bingits itu kan? Kan? Hihi..

Setelah bertahun-tahun bekerja untuk mencari uang, di usia 40 th adalah saatnya uang yang bekerja untuk kita. Taruhlah kita bekerja di usia 23 th, di usia 40 th berarti sudah 17 tahun bekerja, seharusnya sudah cukup waktu untuk mencari uang, dan saatnya membuat uang itu yang gantian bekerja untuk kita.

Hal kedua yang menarik, bahwa bisnis untuk mempersiapkan waktu pensiun adalah 10 tahun dari usia yang kita rencanakan untuk pensiun. Jadi jika kita berencana untuk pensiun di usia 40 th, maka bisnis harus dimulai saat kita usia 30 th. Wehlah kok meh pas iki? Saat itu usiaku 31 th, bisnis opo yoo, putar otak. Nah ini yang tidak ada di buku RDPR, berdoa, memohon petunjuk Allah SWT.

Dan tak disangka-sangka kesempatan itu datang, suatu hari, salah 1 staf seniorku menghadap dan berkata bahwa dia membutuhkan investor untuk memulai bisnis persewaan mobil. Aku percaya pada stafku ini, karena orangnya ubet dalam bekerja dan jujur. Tapi dalam bisnis, uang tidak ada teman dan saudara. Aku harus memperhitungkan faktor resiko, disamping perhitungan analisa keuangan tentu saja. "Butuh berapa pak?", tanyaku. "Gak banyak Bunda, atau tidak cash juga gak papa, kalo ada mobil nganggur boleh aja", jawabnya. Wah, menarik ini, investasi tapi tanpa duit, hehe..

Pikir punya pikir, kan mobil cuman 1 dipakai lagi. Tiba-tiba inget, kakakku punya 2 mobil, yang 1 sering nganggur, kutawarkanlah kerjasama itu, eh dia tertarik. At least, aku harus lihat dulu minimal 1 tahun, apakah usaha ini berjalan lancar? Apakah aman? Karena invest gede nih, 1 mobil bisa senilai 100jt lebih waktu itu. Saat itu aku belum dapat bagi hasil, hanya komisi.

Waktu berjalan 1 tahun, ternyata bisnis bagus. Mobil aman, pendapatan lancar per bulan. Ditambah lagi mobil terawat, karena stafku ini punya team, dan disewakan hanya ke perusahaan asing beserta sopirnya. Baru deh berani invest 1 mobil lagi, via kredit, dengan perhitungan matang. Dalam perhitunganku masih masuk, dan sesuai dengan prinsip pengelolaan keuanganku, bahwa untuk konsumtif tidak boleh kredit, tapi untuk barang yang harga terus naik (misal tanah atau rumah), dan untuk barang yang menghasilkan revenue, tidak apa-apa. Toh semua bisa dihitung. Bismillah, berjalan.

Alhamdulillah, jumlah mobil bisa terus bertambah, dan ketika th 2008, di usiaku yg ke-37 th, revenue dari bisnis itu secara bersih setelah dikurangi penyusutan (perlu dihitung untuk peremajaan setiap 5 tahun sekali), bisa mendapatkan paling tidak setengah dari gaji kantoranku. Perhitunganku, tahun depan, di usia 38th aku akan kuliah lagi S2, sehingga usia 40th lulus dan siap-siap mengajukan pensiun dini (pendi). Dengan bekal ijazah S2, aku akan mengisi waktu dg mengajar nantinya, sekedar untuk self esteem dan membagikan ilmu, sesuatu yg sangat kuinginkan pada akhirnya, sebagai nobel goal, bukan lagi mengejar uang.

Tapi rencana tinggal rencana, Allah rupanya berkehendak lain. September 2008, Papahku berpulang ke Rahmatullah. Sebelum berpulang, Beliau berpesan padaku, "Titip ibumu yo?". Aku hanya mengangguk, meski dalam hati berpikir. Kok titip ke aku ya? Bukankah aku di Jakarta, Mamah di Jogja? Dalam pemikiranku yang mendalam saat itu, titip, berarti mungkin biaya. Yasudah, rencana pendi aku tunda dulu, agar supaya lebih leluasa secara finansial memenuhi keinginan Mamah, apapun itu. Airmataku mengalir mengingatnya, Mamahku yg paling aku sayangi.

Ternyata curahan kasih dan sayangku ke Mamah hanya bertahan 2 tahun saja. September 2010, Mamahku ikut berpulang ke Rahmatullah. Sejak meninggalnya Papah, kesehatan Mamah semakin menurun. Mamah yg memang waktu Papah masih ada sudah keluar masuk RS, semakin sering sakit. Adalah menjadi keharusan bagiku untuk pulang ke Jogja jika Mamah sakit, meski hanya saat wiken saja.

Saat itu setelah Mamah tiada, aku merasa tugas yang diamanahkan Alm Papah telah selesai. Saatnya untuk pendi. Akan tetapi ternyata dengan bergantinya manajeman, peraturan perusahaan juga mengalami perubahan. Pensiun dini hanya dapat dilakukan setelah bekerja minimal 15 tahun (aku sudah lewat nih), dan berusia 45th. Pakai DAN sekarang, heleehh..

Yasudaahh, sesuai rencana awal, aku akan kuliah dulu, mendekati tahun ajaran baru, Juli 2011, aku mendaftar kuliah S2 UI, test, dan diterima, alhamdulillah. Akan tetapi lagi-lagi Allah berkehendak lain. Tiba-tiba ada panggilan Haji. Aku sangat terkejut waktu itu, karena baru 2 tahun sebelumnya mendaftar. Konsul ke akademik UI, akhirnya diputuskan untuk ambil cuti saja dulu, dan baru mulai kuliah 2012. Belum kuliah kok udah cuti, wisjiaan, wkwk..

Singkat cerita, aku lulus th 2014, akan tetapi baru bisa mengajukan pendi Januari 2016, persis saat usiaku 45th, di hari ulang tahunku. Akan tetapi, 1 th sebelum pendi, surat sudah kuluncurkan ke Direksi. Belum disetujui, malah ditawarkan posisi lebih tinggi di anak perusahaan, aku tak bergeming. Saat itu kebetulan ada temen yg menginfokan ada PTS di Jakarta yg membutuhkan tenaga pengajar. Aku pun melamar, saat wawancara ternyata yg dibutuhkan tenaga tetap, tentu saja aku belum bisa, kulepaskan kesempatan itu.

Awal 2016, ketika sudah pendi, aku msh dihire 6 bulan oleh perusahaan dg hanya wajib masuk 2x seminggu. Waktu itu ada tawaran lagi mengajar di PTS dekat rumah, semester depan. Tentu saja kusambut dg antusias. Tapi rupanya Allah berkehendak lain lagi, Februari 2016 anakku tiba2 memutuskan untuk pindah sekolah ke Jogja, karena ada masalah bullying. Meski ada Budenya, tapi sisa waktu selama hire itu kugunakan untuk wira-wiri Jakarta-Jogja mencari sekolah (sudah kutulis di blog judul tersendiri), dan merawat anakku, hingga aku sendiripun jatuh sakit, GERD (kapan-kapan kutulis ya, sembuhnya aku dari sakit ini).

Pengobatan selama 3 bulan membuatku turun berat badan sebanyak 6 kg. Keinginan untuk mengajar kupending dahulu. Dan kini, sudah 4 tahun sejak aku pensiun dini, ternyata ijazahku gak laku untuk mengajar di Jogja, karena disini lebih banyak yg muda-muda, hehe..

Tak apa2, selama rentang waktu 2016 sd sekarang, bisnis persewaanku masih berjalan, meski dengan jumlah mobil tidak sebanyak dulu, karena sebagian dialihkan ke property. Itulah yang kupakai sebagai penghasilan tambahan, disamping gaji suami sebagai PNS. Dan terkadang membantu jualan reseller saudara/teman di Jogja secara online, untuk kesibukan. Meski ukuran cukup masing-masing orang berbeda-beda, tapi itu sudah cukup bagiku, dan aku sangat bersyukur. Kini saatnya uang yang bekerja untukku, persis seperti yang dikatakan Robert Kiyosaki, penulis buku RDPR, meski yaaa, agak telat-telat dikit, hehe..

Sekian, semoga bermanfaat..

Berkebun, salah satu kegiatanku sekarang

Rabu, 04 November 2020

MOTORAN

Tergelitik tulisan rekan disini tetang romantika pacaran motoran, tak nulis yaa, hehe.. 

Dulu eike ketemu mantan yg sekarang jadi misoa, di KKN UGM di Candiroto, Temanggung, tahun 1993. Alkisah, suatu waktu jadwal saya pulang ke Jogja. Biasanya naik bus sih, kali ini tidak. Karena doiku ini ternyata mabok kalo naik bus, haha.. 

Jadilah kami motoran ke Jogja, 90 km loh, 2 jam perjalanan. Mayan pegel, harusnya. Tapi karena sama pacar ya gak kerasa tuh. Singkat cerita, motoranlah kita, berangkat sudah agak sore. Lha ternyata kok ditengah jalan hujan. Pakai mantellah kita, 1 berdua, seperti biasa, mantelnya yang model kelelawar, jadinya eike nunduk di belakang, kaki tetep basah dong yaa. Ada kali sejam posisi gitu, pegel, dingin. 

Mendekati posisi Jogja, hujan mereda. Meski doi masih pakai mantel, eike buka karena supaya bisa duduk tegak lagi, gak nunduk. Dan biasa, ada yang cari kesempatan dalam kesempitan. Langsung deh doi pegang lutut eike dan berujar, "Basah ya?".. Yak opo? Kudanan, yo basahlah. Harusnya pertanyaannya kan, dingin ya? Tapi karena masih awal-awal pacaran, masih malu-malu, ya kujawab aja, "Iya".., haha.. 

Masa-masa pacaran setelah KKN di Jogja, setiap malam minggu, jam 7 pas, doi selalu ngapel ke rumah. Jarak Sleman-Jogja gak masalah. Dan kita selalu disuruh pergi sama Mamaku, karena gak enak ama kakak katanya, raono sing ngapeli. Halah. Kita kok disuruh malam mingguan pergi, padahal gada duit. 

So, kadang-kadang kita cuman pergi putar-putar kota Jogja, aku masih ingat, doi dengan jaket hijau tebalnya yang wangii banget. Tapi wangi enak, madu kalo gak salah. Suka berlama-lama nempel karena baunya enak. Dan tau gak, pas doi udah pulang ngapel, waktu eike mau tidur, masih nempel loohh baunyaa. Mungkin di bajuku ato di daguku, ato di tanganku, baunya enaakk, wangi madu. Jadi inget doi, dan eike suka berangkat tidur sambil senyum-senyum sendiri, ehehe.. 

Bertahun kemudian, setelah jadi suami, bau wangi madu itu gak ada lagi. Pinisirin tapi tetep sama bau wangi parfum madunya dulu. Waktu kutanya, jawabnya, "Oh, itu dulu biang parfum yang kupakai, makanya tahan wangi. Yang jual mas A yang kost tempat Ibu, sekarang udah balik ke kota asalnya di Kalimantan, makanya gak bisa beli lagi. Ealaah, jebul biang parfum, pantes wangi bingits, haha..  

Sekarang, kadang-kadang jika masih ada kesempatan, baik di Jakarta maupun Jogja, jika deket-deket saja, aku minta naik motor aja. Dan biasa, aku nempel ke suami. Enak je, wangi dan anget. Meski sekarang ganti bau wangi shampoo, hehe. Masukin tangan ke kantong jaketnya. Kata suami, "Ngopo to mah? Koyo nang omah raiso wae..". Wisjiaann ra romantis blass, haha..



 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design