Minggu, 27 Juni 2021

Alur Pemeriksaan Covid

Jika Positif


Kapan saat harus mulai periksa covid? Kemarin saat anakku laki2 batuk, masih kuobati obh combi plus saja, karna tidak disertai demam. Tapi di rumah sudah kamar tersendiri, dan jika keluar kamar memakai masker. Waktu itu aku sudah berkata sama anakku, "Nanti jika hari ke-5 tidak membaik, test antigen ya mas? Meski tidak demam?". Dan anakku mengangguk. Soalnya menilik kasus papanya tahun lalu yg positive covid hanya batuk ringan, tidak demam.


Ketika hari ke-5, aku yang tidak batuk tapi malah demam, memberikan alat termometer tubuh ke anakku dan ternyata dia juga demam. Langsung pagi itu kuminta anakku dulu ke rs, atas biaya sendiri, untuk test antigen. Dan hasilnya positive. Langsung siangnya aku dan anakku perempuan test antigen juga, atas biaya sendiri, dan hasilnya aku positive dan anakku negative. Kamipun misah kamar. Kamar utama justru dipakai anak perempuan, karna ada kamar mandi dalamnya. Kami semua pakai masker jika keluar kamar. Prt pulang hari dan tukang kebon langsung kami stop untuk tidak masuk dulu. 


Esok harinya, berbekal hasil test antigen positive, dibantu teman yang dokter di rs rujukan covid, kami mendaftar untuk periksa ke klinik kusus covid. Kami pun diminta rontgen dan cek lab darah. Pulangnya saat akan bayar di kasir, ternyata tidak dipungut biaya, hanya saja diminta untuk tandatangan surat pernyataan biaya ditanggung kemenkes. Karena hasil masih 3 jam lagi, kami diminta pulang ke rumah, nanti hasil di-wa.


Sore sy menerima wa dari rs bahwa karena hasil rontgen dan lab darah anak tidak bagus, diminta untuk rawat inap. Akhirnya saya mengantarkan anak untuk rawat inap, sekaligus mengambil hasil rontgen dan lab saya. Di rs kami ke klinik covid lagi, bertemu dokter, dan anak sy langsung diinfus. Ternyata kami berdua harus swab pcr untuk memastikan positive covid. Termasuk saya, meski hasil rontgen dan lab saya bagus. Saat membayar obat saya ke kasir, ternyata lagi lagi saya hanya disodori surat pernyataan biaya ditanggung kemenkes, tandatangan saja. Dan diminta menyiapkan BPJS anak saya (yang ternyata non aktif, cek via aplikasi JKN), untuk jaga-jaga jika nanti diperlukan, apabila anak saya sudah negative tapi tetap harus dirawat di bangsal. Kemudian bersama perawat, saya antar anak ke lantai 4, ruang isolasi. Ketika anak saya masuk, saya menunggu sebentar diluar untuk urusan administrasi. Ternyata lagi, saya diminta tandatangan surat pernyataan biaya ditanggung kemenkes.


Hasil swab pcr anak sy keluar hari berikutnya, dan benar positive. Sedangkan hasil pcr saya baru keluar 3 hari kemudian juga, hasil positif. Tapi saat itu saya sudah tidak demam dan hanya batuk ringan. Bisa beraktifitas di rumah seperti biasa.


Di rumah, saya langsung lapor RT dan meminta tracing untuk prt pulang hari saya, yang jika di rumah saya tidak memakai masker, dan sering setrika baju di kamar anak. Tracing dilakukan esok harinya dengan test antigen. Ketika saya akan mengganti biaya (sebelumnya saya kira dibayar dahulu oleh adik ipar yang rumahnya sebelah saya), ternyata sudah dibayar oleh satgas covid RW. Uang satgas darimana? Dari saweran warga sebelum-sebelumnya (termasuk saya pernah menjadi donatur). Sebagai tambahan informasi, prt saya ini pernah isolasi mandiri jaman pilkada tahun lalu, karena suaminya (yang akan jadi panitia pilkada ikut skrining) positive rapid test, dan kala itu menunggu hasil swab pcr masih semingguan, untuk biaya hidup ditanggung satgas covid RW juga. Alhamdulillah hasil antigen prt saya negative.


Saat antibiotik saya habis, bersamaan dengan diperbolehkan pulang anak saya. Sekalian jemput, saya kontrol dan diberi obat lagi. Tapi hanya vitamin, dan masih ditanggung kemenkes. Kemudian kami pulang dan diminta untuk kontrol kembali seminggu kemudian. Anak saya juga masih dibekali obat, karna hasil pcr yang kedua belum keluar. Anak say di-pcr ulang tepat pada hari keluar dari rs. Jadi diperbolehkan pulang karna tanda klinisnya sudah baik, yaitu scan paru, rontgen, dan lab darah sudah baik. Sedangkan untuk saya yg hanya bergejala ringan, tidak ada pcr ulang (begitu menurut buku pedoman rs).


Seminggu kemudian, kami kontrol kembali. Dan dinyatakan sehat. Diberikan surat sehat. Tidak diberikan obat ataupun vitamin. Hanya saja untuk maintain kesehatan dianjurkan konsumsi vit D 1000iu, vit C, dan antioksidan (bisa habatussauda, madu, atau brokoli dan tomat), atas biaya sendiri. Dan tidak tiap hari, hanya 1-2x seminggu. Saat membayar ke kasir, ternyata sudah tidak ditanggung kemenkes, kami bayar 100rb untuk berdua.


Besoknya, untuk lebih meyakinkan dan supaya orang rumah nyaman, saya test antigen nasal di rs swasta, atas biaya sendiri, dan hasilnya negatif.


Jika Negatif


Seminggu kemudian, ternyata anak perempuan batuk pilek, tidak demam. Karna kontak erat dengan kami, maka pada hari ke-2, saya berinisiatif, atas biaya sendiri, membawa anak test antigen. Dan ternyata hasil negative.


Maka besok sorenya saya antar anak ke dokter keluarga untuk mendapat obat flu, karna saya lihat anak saya kesulitan bernafas karna hidung tersumbat. Ternyata oleh dokter keluarga disarankan untuk swab pcr, mengingat kontak erat tadi, dan diminta nanti jika sudah hasilnya di-wa ke beliau. Konsultasi dokter dan obat atas biaya sendiri.


Dan besok paginya, hari ke-4, kamipun swab pcr di rs swasta terdekat, atas biaya sendiri juga dan hasilnya kami terima sore hari menjelang malam, negative, alhamdulillah..

Rabu, 16 Juni 2021

Saya Dan Anak Sembuh Dari Covid-19

 "Kamu batuk ya le?", tanyaku pada nak lanang (Mastio) begitu dengar dia pagi-pagi cegreh-cegreh (batuk-batuk kecil). "Enggak, keselek mah", jawabnya. Begitulah anakku, mirip dengan papanya, sakit kalau cuman sedikit dianggap bukan sakit, dan tidak mau berterus terang. Itu hari Jumat. Yasudah, karna aku sudah hapal, ya kudiamkan saja. Mungkin para lelakiku gengsi kalau dibilang sakit.


Tapi 2 hari kemudian, yaitu hari Minggu, cegreh-cegrehnya gak sembuh juga, tanpa kutanya lagi, langsung kubelikan OBH Combi Plus, obat batuk yang dia cocok dari kecil. Ketika kuulurkan obat itu padanya, dia tak menolak. Dalam hati aku berkata, "Oh, sakit beneran berarti dia". 


Senin sore, bangun dari tidur siang yang entah kenapa sangat enak hari itu, aku merasa badanku ngethok-ngethok (linu-linu), apa aku meriang ya? Pikirku dalam hati. Kuraba dahiku, ah, tidak panas kok. Ya sudah, bangun dari tidur aku langsung mengerjakan kerjaan rumah, menggeser-geser perabot, dibantu anakku perempuan (De'rara), karna pembantu pulang hari belum datang. Mau ada tukang semprot nyamuk ke rumah soalnya. Malamnya aku tidur biasa saja, dengan harapan, ah, buat tidur juga besok badan udah enakan.


Paginya aku bangun dengan badan linu sudah berangsur hilang, tapi kok sepertinya dahiku hangat ya? Lalu dengan sigap aku mengukur suhu sendiri dengan termometer badan. Lha kok 37.5°C? Wah, sudah termasuk demam ini kalau sesuai artikel yang kubaca di internet, meski badanku tidak merasa demam, hanya meriang. Menurut artikel itu, di Jakarta, para karyawan pabrik dilarang untuk masuk kerja jika suhu lebih dari 37.3°C. Lalu aku ingat anakku lanang, kemarin-kemarin sih kutanya dia bilang gak demam. Tapi tetap saja, sekarang tanpa kutanya, kusodorkan saja alat temp-ku, "Ini, coba cek suhumu", kataku lugas padanya. Yasudah, dia menurut saja. Ketika mengangsurkan alat temp kembali dia sambil berkata, "Mamboo, tempku 37.8". Lhaa yak opo, kui demam jenenge maasss, haduh. Gitu ya ditanya mama dari kemarin bilangnya enggak enggak muluu.. Katanya lagi, "Oh iya to? Padahal jam 3 pagi tadi aku sudah minum biogesic loo". Ya ampun, ternyata semalam dia sudah susah tidur karna merasa badan panas. Gitu ya gak bangunin mamahnya, duh..


Yasudah, "Nanti mas test antigen ya?", kataku. Karna itu hari libur nasional, maka aku telpon dulu ke RS memastikan test hari itu ada. Jam 10 Mastio berangkat ke RS untuk swab antigen. Jam 11.30 dia WA, "Mamboo, aku positif", sambil kirim foto hasil swabnya. Aduh, bener dugaanku. Aku pun langsung bilang ke De'rara, "Dek, nanti kalo Mastio pulang kita swab juga ya? Ke RS swasta di dekat Mall ini aja, disana ada swab antigen nasal, gak sakit kok, cuman masuk ke lubang hidung 2cm aja". Anakku pun mengangguk. Dan aku sudah mengira bahwa  hasilnya adalah aku positif, karna sifat dermawan anakku lanang, yang sering berbagi makanan/minuman yang menurutnya enak ke mamanya, malah menularkan. Tapi alhamdulillah anakku wedok negatif.


Cerita selanjutnya bergulir seperti kronologi dibawah ya. Kini tanggal 16 Juni 2021, adalah hari selesainya isoman kami, dan kami sudah kontrol dan mendapat surat sehat. Terimakasih sebesar-besarnya kepada teman-teman dokterku, temen SMP, temen SMA, yang sudah mau kurepoti dengan berbagai WA pertanyaanku, baik pagi, siang maupun malam, hehe.. Terutama terimakasih kepada dokter Arief dari RSA UGM, tempat dimana anakku sempat rawat inap selama seminggu di ruang isolasi.


Kalau ada pertanyaan dapatnya darimana, itu agak susah menjawabnya, tapi kucoba menelisiknya. Kalau aku jelas tertular anakku. Jadi, jangan berbagi makanan/minuman meski dengan keluarga, apalagi dengan teman. Karna kita tidak tau OTG yang mana. Kalau anakku mungkin dia kurang menjaga kebersihan diri, lupa ganti baju, malas mandi, atau menunda cuci tangan, leyeh-leyeh dulu jika pulang dari pergi, meski disiplin dan tak pernah lepas dari masker. Anakku ini gak punya teman di Jogja, jadi gak pernah ngafe seperti adeknya. Tapi sering kusuruh ke minimarket, apotek, ato warung. Karna mungkin merasa hanya pergi dekat dan sebentar, jadi lupa kebersihan diri. Nyatanya sebelum dia datang dari Bandung, yang sering ke minimarket, apotek, ato warung adalah saya, dan baik-baik saja.


Yang kedua, 10 hari sebelum gejala batuk ringan itu anakku cabut gigi di RS swasta. Mungkin disana ketemu dengan pasien positif covid, kami tidak tau (kebetulan aku yang mengantar). Atau pulang dari RS anakku tidak langsung cuci tangan, ganti baju. Karna 2 bulan sebelumnya, aku juga cabut gigi di RS yang sama dan dokter yg sama, baik-baik saja. Dan sepengatahuanku sebelumnya, memang saat setelah cabut gigi kita harus istirahat banyak dan minum vitamin jika perlu, karna imun kita sedang turun, dipakai untuk pemulihan.


Intinya adalah, meski disiplin memakai masker, anakku kurang menjaga kebersihan diri. Jadi, menurutku, pengalaman kami, 5M itu harus dijalankan bersama-sama secara simultan, tidak bisa ditinggalkan salah satupun. Dan penyebab atau pertanyaan yang sepertinya menjengkelkan, seperti: kenanya dimana, harus tidak boleh tidak kita coba telusur (untuk yang sudah kena covid), agar supaya sebagai pembelajaran teman/saudara lain supaya lebih berhati-hati lagi. Salam sehat!


----------


Kronologi:
Jumat 28 mei 2021, tio mulai batuk
Minggu 30 mei, beli obh
Senin, 31 mei, sore, mam meriang

Selasa1 jun:
- Ditemp pagi, mama 37.5, tio 37.8
- Ketika tau demam, tio baru bilang bahwa indra perasa dan penciuman juga hilang dari tadi pagi waktu sarapan, langsung mam carikan tempat unt swab antigen
- Mam langsung minum biogesic, mastio swab antigen di RS DKT jam 10
- Begitu hasil positif jam 11.30 mam ama adek langsung berangkat ke RS Siloam untuk test antigen nasal
- Jam 14 hasil keluar, mam pos, adek neg
- Sore mam ngetemp udah cuman 36.2, minum biogesic terus
- Malam, saturasi oksigen mam 97, tio 99

Rabu, 2 jun:
- Mam temp pagi 36.1, tio 37.8
- Jam 8 pagi tio kecepirit
- Saturasi oksigen siang mam 96, tio
- Siyang ke RSA untuk rontgen dan cek darah, mam temp 36.2, tio 38, saturasi dua2nya msh bagus (diatas 95), tensi mam 127, tio 147 (agak tinggi)
- Waktu diperiksa saya blm batuk, tapi nyeri tenggorokan mulai terasa
- Sore di WA oleh RSA bahwa tio harus rawat inap
- Di RSA dijelaskan oleh dokter, bahwa tio hrs rawin karna hasil rontgen sudah terlihat mulai ada bercak dan hasil lab darah ada peradangan. Sedang rontgen dan hasil lab saya bagus.
- Kami berdua di swab PCR
- Saya diberikan obat dan vitamin total ada 9 macam untuk 5 hari, dan isoman di rumah sambil menunggu has swab PCR untuk tindakan selanjutnya
- Dilakukan tandatangan surat pernyataan bahwa semua biaya free, ditanggung Kemenkes RI
- Tio mulai rawat inap, di ruang isolasi jam 7 malam

Kamis, 3 jun:
- Pagi temp saya 35.2, saturasi 98. Tio (di RS) masih 37.5 tapi tensi sdh turun 127
- Sore 35.6 saturasi 99, tio 36.5
- Konsul dokter via WA tentang obat saya, akhirnya obat flu distop dulu, bikin jantung berdebar dan malah gak bisa tidur
- Penciuman tio masih hilang
- Aku mulai batuk-batuk ringan

Jumat, 4 jun:
- pagi tempku 35.9, sat 98, hasil swab PCR tio positif
- siang tempku 35.6, sat 98
- malam tempku 36.1, saturasi 98
- penciuman tio msh hilang, tapi indra perasa sudah pulih, bisa merasakan enak makanan

Sabtu, 5 jun:
- pagi temp 35.7, sat 97, tio 36.8
- indra perasaku hilang
- hasil swab PCRku positif juga

Minggu, 6 jun:
- pagi tempku jam 05, 36.6, sat 97. Jam 07, 35.1, sat 97
- Siang 36.1, sat 96
- sore tio 36.8
- malam 35.2, 97
- penciuman dan perasaku hilang

Senin, 7 jun:
- tio temp 36,5 saturasi 97, tempku 35.9, sat 98
- siang 36.1 sat 98
- malam 35.5 sat 98

Selasa, 8 jun:
- mam temp 36.6 sat 98, tio 36,6 sama 97
- siang 36.5 sat 98
- mam kontrol ke RSA jam 13.30 (karna antibiotik dan antivirus habis) dan diberikan vitamin, tensi 117
- jemput mastio pulang dari RSA jam 15.20, katanya sudah bisa nyium minyak kayu putih, sama cairan pembersih km.mandi
- malam 36.1 sat 98

Rabu, 9 jun:
- mam 35.9 sat 98 hr 87, tio 36.1 sat 95 hr 110
- siang 36.1 sat 97
- malam 36.0, sat 98

Kamis, 10 jun:
- pagi mam 36.2 sat 98 hr 86
- tio 36.3 Sat 96 hr 105j
- ada WA dari lab RSA, hasil PCR mastio negative
- siang mam test antigen nasal di siloam, msh positif
- malam 36.2, sat 97 hr 73
- sepertinya penciuman dan perasa sudah mulai pulih sedikit demi sedikit, untuk bau dan rasa yang kuat

Jumat, 11 jun:
- pagi mam 35.9, sat 96 hr 80
- malam 36.0, sat 97 hr 73, tio 36.6, sat 97 hr 86

Sabtu, 12 jun:
- pagi 35.9, sat 98, hr 85

Minggu, 13 Jun:
- pagi 36.2, sat 96, hr 82, tio 36.6, sat 96, hr 99

Senin, 14 Jun:
- pagi 36.2, sat 97, hr 81
- tio 36.7, 96, hr 102
- malam 35.9, sat 98, 73

Selasa, 15 jun
- pagi 35.8, sat 97, hr 85
- tio 36.7, sat 96, hr 99

Rabu, 16 jun:
- pagi kami kontrol ke RSA, karna isoman sudah selesai, mam 35.9, sat 98, hr 99, tensi 105
- tio 36.2, sat 97, hr 105, tensi 137
- diberikan surket sehat, penciuman tio belum pulih benar, saya masih batuk dikit, diperkirakan unt recovery kami berdua butuh waktu 8-12mgg hingga fit benar
- untuk olahraga kembali disarankan tio yang ringan dulu, karna paru2 belum fleksibel

Kamis, 17 Juni 2021
- siang, saya test swab antigen nasal secara mandiri di rs siloam, hasilnya negative, alhamdulillah


-----------

List obat saya:
1. Azithromycin, 2. oseltamivir, 3. paracetamol, 4. tremenza, 5. ester-c, 6. asthin force, 7. tride 5000 iu, 8. caviplex, 9. Lanzoprazole

List obat mastio sepulang dari RS:
1. Antibiotik cefixime 100mg per 12 jam, 2. Obat batuk acetylcysteine 200mg per 8 jam, 3. Obat penyiap lambung pantoprazole 20mg per 12 jam


Surat Keterangan Sehat Kami Berdua


Minggu, 02 Mei 2021

Taichi

Lagi-lagi, tulisan ini kubuat karna postingan seorang teman, hehe.. Dulu sekitaran tahun 90an, aku sering anterin mamaku senam pernafasan taichi. Di daerah wongsodirjan, deket stasiun tugu sana. Senamnya cuman sejam, jadi aku sering tungguin aja. Males bolak-baliknya. Sambil liat-liat, sepertinya menarik juga ini senam. Lama-lama daripada hanya nungguin aja, aku ikut senamnya, hehe..


Senam pertama pemanasan dulu. Trus dilanjut dengan aerobic low impact. Low banget ini, wong pesertanya sudah pada lansia, haha.. Aku ra keringeten blas! (Aku tidak berkeringat samasekali!) Habis itu baru deh senam pernafasan taichi. Dengan gerakan super lambat dan atur nafas. Nah, anehnya, disini malah akhirnya keringatku keluar sampai netes-netes sendiri. Padahal gerakan lambat looh.. Dan di akhir senam, rasanya badan segeerr banget enak. Aku jadi ketagihan, haha..


Waktu itu juga lagi awal-awal aku bisa setir mobil, jadi seneng-seneng aja tiap disuruh antar mamaku kemana-mana. Arisan, ke pasar, dll. Apalagi ini, selalu jadi semangat jika disuruh antar senam taichi. Yang jadi instruktur senamnya sudah sepuh. Tapi lama-lama ada anaknya ikut ngajarin juga, kokoh-kokoh handsome gitu, ehem.. Eh, sepertinya dia juga memperhatikan eike. Ya iyalah, jaman itu aku adalah peserta senam termuda, dan dengan kostum seadanya (gak punya training). Kadang cuman kaos bethongan dan celana pendek jeans ting slawir (rawis), haha..


Tiba-tiba suatu hari, di akhir suatu sesi, kokoh handsome ini deketin aku, dan bilang, "Mau gak diajarin 24 jurus senam taichi?". Lha yang nawarin kokoh handsome masak ditolak. Mau laahh.. Dan jadilah aku belajar jurus itu. Gak tau apa namanya. Yang jelas gerakannya sangat indah, gemulai, dan 24 jurus itu aku hapal dengan sangat mudah, hihi..


Kata temenku, dia gak bisa taichi karna beda aliran. Terlalu gemulai. Dia biasanya ikut karate. Setelah dirunut-runut, bener juga. Karna saat smp-sma, aku ikut eskul nari, jadi mungkin masih searah gemulainya, in-line. Waktu itu awal kuliah, aku sempet coba ikut nari lagi di gelanggang, tapi sepertinya kok sudah kurang luwes. Mendak (salah satu gerakan tari yang mengharuskan kita merendahkan tubuh dengan menekuk kedua lutut sedikit) juga kurang pas, karna aku sudah ketinggian. Ketemu taichi ini serasa nemu soul kembali. Gemulai, tapi strong, tidak perlu terlalu luwes dan mendak, seperti penari, hehe..


Aku lupa persisnya, berapa lama kami ikut senam taichi ini, dan kami berhenti senam taichi karna apa. Tapi sejak mamaku gak senam lagi, aku juga gak ketemu kokoh itu lagi dan gak inget juga buat selalu latian senam taichi itu. Jadi lupa deh gerakan-gerakannya. Tapi keindahannya, beberapa instruksi senamnya, dan tentu saja senyum kokoh itu, sedikit masih ada dalam ingatan, haha..


Salam sehat yaa..


Ada di yutup ternyata, hihi..


Rabu, 21 April 2021

Ora, Ora Nek Mati (Enggak, Enggak lah Kalo Mati)

Duluu jaman masih ngantor di Simprug, sekitar tahun 2008 kebawah, sering ada tukang gorengan lewat jika sore hari. Meski ruangan kita (ruang akuntansi & keuangan) diatas, Pak tukang gorengan sungguh aktif, beliau naik sampai atas, masuk ke ruangan kita dan nawarin, "1 atau 2?". Biasanya yang jawab Kasir kita, sesuai jumlah orang yang ada. 1 itu artinya 1 porsi, harga 5 ribu. Kalo 2 ya 2 porsi, harga 10 ribu. Alhasil, hampir tiap hari, tiap sore, kita makan gorengan. Hanya libur saat Kasir kita sedang batuk saja, hehe..


Nah, ada salah satu anak buahku yang sangat memperhatikan kesehatan. Kalo masing-masing kita enak aja main comot itu gorengan dan langsung leph, dia ambil 1, trus diperes-peres pakai tissue minyaknya. Ah lebay, dalam hatiku. Dia berkata, "Minyaknya banyak banget loh Bundaa..". Dengan santai ya kujawab, "Halaahhh, ora marakke mati wee (halaahhh, gak bikin mati aja)..". Sambil tetep dengan santainya makan langsung gorengan, dan disambut tawa anak buahku yang lain yang masing-masing juga sedang langsung makan gorengan.


Sebenernya kata-kata itu kujiplak dari temen kakakku, yang saat aku masih kecil, saat aku ikut kegiatan Mapala kampus kakakku, sepedaan sampai Goa Selarong, Mas temen ini makan tapi belum cuci tangan habis sepedaan. Ketika dibilang suruh cuci tangan, dia tetep aja makan, sambil bilang itu tadi, enggaklah kalo mati. Rupanya itu mungkin membekas di ingatan, karna memang sampai sekarang Si mas ini segar bugar. Tapi gak tau ya, kalo pulang sepedaan sakit perut, haha..


Waktu berlalu. Si anak buahku yang sangat memperhatikan kesehatan ini resign, pulang kampung untuk fokus ngurusin tanaman yang saat itu sedang booming, gelombang cinta, dkk. Katanya ngurusin tanaman seminggu menghasilkan sama dengan gajinya 1 bulan. Yasudah, tidak apa-apa. Bersamaan dengan itu, saatnya kami melakukan MCU, jadwal oleh kantor. Daann, hasilnya, sungguh mengejutkan. Hasil lab darah saya bagus, tapi hasil USG menunjukkan saya menderita Fatty Liver. Hatiku kemasukan minyak! Ato bahasa medisnya perlemakan hati!


Lha kok iso? Padahal tubuhku juga ideal, tidak obesitas. Pikir punya pikir, sambil bercanda, aku bilang ke Kasieku, "Ker, jangan-jangan aku kualat yo ama Vadjar (anak buahku yang resign itu)? Dulu sering ngeledek dia yang makan gorengan diperes-peres minyaknya. Ini sih bener, mati kagak, sakit iya, haha..". Dan Kasieku ini malah ikutan tertawa terbahak-bahak. Anehnya lagi, dari seruangan ini yang kena Fatty Liver hanya aku, hihi..


Akhirnya aku diet gorengan. 3 bulan penuh tidak berani makan gorengan. Untuk cemilan, bawa dari rumah, ya kentang, singkong, pisang, ubi, kacang, jagung, rebusss, haha.. Bahkan untuk makan siang aku juga pilih-pilih menu yang tidak digoreng. Setelah 3 bulan, cemilan masih rebus terus, tapi untuk lauk sudah berani kadang-kadang gorengan. Akhirnya, setahun kemudian setelah MCU lagi, hasilku sudah normal, alhamdulillah..


Sebenernya bukan hanya karna kualat juga sih, tapi mungkin memang secara genetik aku tidak bisa memakan gorengan berlebih. Jadi kalau orang lain makan 2 buah gorengan gak papa, di aku sudah ngaruh, 1 aja cukup. Ato kalo orang lain makan gorengan tiap hari gpp, di aku ya boleh sih, 1 aja, tapi gak tiap hari juga keles, hehe..


Yang jelas, sejak saat itu, aku gak pernah lagi ngeledek ato membatin orang yang sangat care terhadap kesehatan. Apalagi sampai berkata, "Ora, ora nek mati". Ya memang enggak mati sih, tapi sakit iya. Ya mending sehat lah daripada sakit, hihi..


Gorengan yang sekarang kuperes-peres minyaknya, dan cuman berani 1, dan buat lauk, dan gak tiap hari, hehe..


Senin, 19 April 2021

Ilmune Ra Kanggo (Ilmunya Tidak Terpakai)

Tulisan ini terinsiprasi oleh status temennya temen yang dokter, sudah ngecipris ternyata ilmune ra kanggo untuk mamanya. Dan ternyata terbukti baik-baik saja, wkwk..


Alkisah, suatu hari di tahun 1996 saat aku melahirkan anak pertama, di Jogja. Dengan sangu ala kadarnya dari Boss, ternyata uang Jakarta bisa untuk mondok di RS Swasta di Jogja kelas 1 Utama, tapi sekamar sendiri. Mayan, hehe..


Yang pertama, waktu itu baru awal-awal usum rawat gabung, jadi anak baru lahir, dijadikan 1 di kamar ibunya, dengan harapan agar bound lebih kuat. Kalo jaman dulu, sebelum saya persis, ada ruang bayi tersendiri, dan bayi dibawa ke kamar ibunya hanya saat menyusui. Saat itu pagi setelah melahirkan, bayiku (mastio) dibawa ke kamar, untuk disusuin. Setelah selesai, saya taruh di box bayi dorong yang sudah dibawa ke kamar. Saat itulah ibuku datang, dan bertanya, "Lho, bayine kok rung digowo meneh? Suwi men?" (Lho, bayinya kok belum dibawa lagi? Lama amat). Dan saat itulah aku menerangkan tentang konsep rawat gabung. Dan ibuku langsung menyergah, "Wah, ra bener ki, kowe kan ora iso istirahat mengko" (Wah, gak bener nih, kamu kan gak bisa istirahat nanti). Langsung deh Beliau telpon perawat dan minta bayi diambil kembali dengan sedikit pesan, "Pokoknya kesini hanya untuk menyusu ya mbak, habis itu diambil lagi, jangan lama-lama". "Iya bu", jawab perawatnya nurut ke ibuku yang terlihat sangat berwibawa, hehe..


Yang kedua, saat tiba waktunya pulang ke rumah setelah 3 hari di RS. Ibuku berkata, "He, sesuk wis muleh? Kok cepet men mung 3 dino, kamar bayi di rumah belum siap, extend aja jadi 5 hari" (He, besok sudah pulang? Kok cepat sekali cuma 3 hari). Dan mbak perawatnya lagi-lagi hanya mengaminkan perkataan ibuku. Yang di kemudian hari baru aku tau, ternyata bukan karena kamar bayinya belum jadi di rumah Ibuku di veteran, tapi Ibu menghendaki aku sudah benar-benar fit nanti di rumah pas giliran sendiri merawat anak, tanpa bantuan perawat, wkwk..


Yang ketiga, saat sudah pulang ke rumah. Karena anakku laki-laki, nyusunya sangat kuat. Sedangkan asiku belum banyak, serta aku tidak kuat makan banyak untuk mengimbanginya. Meski Ibuku selalu menyediakan makan malam kedua di kamar, sampai pagi tidak kusentuh. Akhirnya di pagi hari asiku habis. Anakku menangis. Kata ibuku, "Disambung aja pake susu formula, mesakke (kasihan) anakmu". Aku pun menurut. "Disendokin mah?", tanyaku. "Lha ngopo ndadak disendoki? (Lha kenapa harus pakai sendok?)", Ibuku malah ganti bertanya. "Kata dokter, nanti kalo pake botol, anaknya bisa bingung puting", jawabku. "Halahhh, ora, oraa, percoyo mamah wis (halahh, enggak, enggak, percaya mamah deh)", kata Ibuku pasti. Oke deh, nurut saja. Dan bener tuh, sampai saatnya disapih, gak ada tuh anakku namanya bingung puting, hehe..


Pokoknya, dokter, perawat, kalo sama Ibuku kalah semua. Ilmune ra kanggo, haha..


Aku saat bayi dalam buaian ibuku dan kedua anakku dalam buaianku.. 💕


Kamis, 01 April 2021

RINDU IBU

Ibuku tersayang meninggal tahun 2010. September 2010, di usia 73 tahun. Menyusul Ayah, yang sudah mendahului 2 tahun sebelumnya. Saat Ibu berpulang, aku, anak bungsu, usiaku masih 39 tahun waktu itu. Dengan kesibukan kantor yang masih banyak, urusan anak-anak yang masih kecil, urusan kuliah lagi, perlahan-lahan rasa dukaku berhasil sedikit demi sedikit menghilang. Rasa kehilangan, rasa menjadi yatim piatu, masih tergantikan dengan hadirnya suami, anak-anak, dan teman-teman kantor maupun teman-teman kuliah yang bertemu hampir setiap hari.

Tahun 2011 ketika aku pergi Haji, rindu itu masih belum pergi. Aku bisa mengumrohkan Ayahku, karena beliau Muslim. Tapi Ibuku seorang Katholik. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu di depan Ka'bah, setelah selesai sholat Duha. Dan biasanya suamiku akan dengan sabar menungguku berlama-lama di depan Ka'bah. Merindukan Ayah Ibuku. Mendoakan mereka. Tak disangka terkadang dalam setiap hening selesai isak tangisku, aku merasakan kehadiran Ayah Ibuku. Disana, di Masjidil Haram. Ayah dan Ibu, tidak hanya Ayah. Tak peduli apa kata orang, aku merasakan mereka disana. Aku sudah cukup bahagia. Ketika pulang ke Indonesia, kuceritakan dengan bahagia pada kakakku, bahwa Ayah dan Ibu ada disana, dan mereka bahagia.

Sekarang, terkadang aku iri dengan beberapa teman yang masih bisa menunggui ayah dan ibunya. Sekarang, rata-rata kami berusia 50th nan. Alangkah beruntungnya. Akan lebih banyak lagi nasehat, pelajaran hidup, yang bisa dicontoh dari mereka. Sekarang, baru aku merasa dulu masih terlalu muda ketika ditinggalkan orang tua. Masih banyak ilmu yang seharusnya bisa kupelajari jika saja. Hanya jika saja.

Aku rindu Ibuku. Ketika hati ini lelah, aku rindu Ibu. Karena keadaan, suami dan aku harus tinggal berjauhan sudah 5 tahun ini. Anak yang paling besar sudah bekerja di kota lain juga. Anakku yang kecil sudah sibuk dengan dunianya sendiri, kuliah dan teman-temannya. Ketika masalah mendera, aku rindu Ibu. Dan berfikir, jika Beliau masih ada, pasti dengan senang hati akan membantu dan biasanya Ibuku akan tau solusi dari semua masalah, ajaib dan hebatnya Ibuku. Meski aku anak paling kecil, aku tak tega untuk bercerita dengan kakak-kakakku, maupun berkeluh kesah, karena setiap keluarga juga punya masalah masing-masing. Hanya Ibu yang selalu mendengarkan. Bahkan terkadang tau bahwa kita punya masalah meskipun kita pendam.

Aku rindu Ibu. Ibuku yang kusayangi..



Senin, 22 Maret 2021

MIMPI MATI

Mimpi mati. Menakutkan gak? Agak, hehe.. Seminggu ini aku mimpi mati 2x. Yang pertama ada almh mamahku dan almh eyangku. Aku mau mati, tapi dilarang mamahku. Lha kok eyangku malah ngendiko (bilang), "Wis ben wae nduk nek memang arep mati jarno, ojo digondeli (Biar aja nak, kalo mau mati biarin, jangan dihalangi)". Trus bangun, tertegun, wehlah, kok dibiarkan? Kalo mati betulan gimana, masih merasa bekal belum cukup. Trus sudah lupa. Eh, lha kok 2 hari kemudian mimpi mati lagi, tapi lupa rincinya gimana. Bangun, aku tertegun, apa artinya ini? Namanya anak milenial, ya cari di internet lah arti mimpi ini. Salah satunya adalah akan memulai lembaran baru, atau apapun, sesuatu yang baik yang baru. Hmm, apa ya? Aku coba runut-runut kejadian sebelum mimpi itu.

Seminggu sblm mimpi itu memang LPR ku lagi kambuh. Laryngopharyngeal reflux (LPR) adalah kondisi medis dimana kandungan lambung, termasuk asam yang diproduksi di perut, naik kembali melalui kerongkongan ke arah laring dan faring (tenggorokan). Kondisi ini biasanya menyerang pasien yang didiagnosis dengan gastroesophagealreflux disease (GERD), (docdoc.com). Penjelasan singkatnya begitu yaa, kalau mau lebih jelas monggo googling aja, hehe..

Yang jelas saat itu karena lendir yg berlebih dan pekat, tidak bisa dikeluarkan, tidak bisa ditelan, di belakang hidung, aku jadi susah bernafas. Dan biasanya kejadiannya malam hari. Jadi semalaman aku bolak-balik minum, banyakin minum biar bisa tertelan lendirnya dan bisa nafas, jadinya yaa bolak-balik pipis juga. Otomatis jadi gak bisa tidur. Akhirnya keluar kamar minum air putih hangat banyak-banyak, lumayan, bisa tertelan. Terakhir setelah agak bersih lendir, eh sekarang gantian tenggorokan perih. Pikir punya pikir, biasanya kalo radang aku menghisap sp-troche, dan benar redaan perihnya. Akhirnya jam 3 pagi baru aku bisa tidur. Ini yang ke-3 kali kambuh LPR ku. Yang pertama th 2016, kemudian 2019, kemudian tahun ini 2021. Kalau yang pertama memang karena meski punya penyakit maag sebelumnya tapi aku sepelekan, masih makan segala macam, serta kecapekan. Waktu itu aku masih harus bolak-balik jakarta-jogja selama 6 bulan, dan sedang flu berat.

Kumat yang ke-2, karena merasa sudah sembuh, maka aku makan segala macam lagi. Setengah bulan sebelum kumat, tengah malam saat pergantian tahun, aku dan keluarga besar makan pempek dengan cuko, makan nasgor, bakmie, dan minum soft-drink. Sore sebelum kumat, kongkow2 dengan teman, ngupi2 cantik, coffee latte. Kukira udah gak papa, soalnya udah ngemil singkong goreng keju. Ternyata malamnya sulit bernafas sampai subuh.

Oke, belajar dari pengalaman, setelah sembuh, aku sama sekali gak mau lagi minum soda ataupun kopi. Blas. Samasekali tidak. Tapi pantangan Gerd/LPR yang lain kumakan semua. Ya susu, keju, gorengan, roti, mie kuning, coklat. Sikat bleh. Setahun, aman. Tahun ini menginjak tahun kedua, aman. Eh, bulan lalu, Februari, aku makan coklat banyak, karena anakku dapat coklat valentine banyak banget dari pacarnya. Mamanya yang habiskan, hehe.. Kemudian awal maret, teh nasgitel, mie instant gelas waktu pergi ke pantai, sungguh nikmat. Nah pulangnya dari pantai tuh, mulai terasa mual. Aduh, kenapa lagi ini. Lalu kumatlah seperti yang kuceritakan diatas. Memang sepertinya dari sebulan sebelumnya sudah bersendawa pahit (tanda asam lambung naik ke tenggorokan), tapi tak kuperhatikan, kusepelekan.

Kini LPR ku sudah membaik. Aku diet makanan minuman kembali. Masih dalam perawatan dokter sih, dan besok masih kontrol. Lendir berlebih sudah hilang, aku tidak konsumsi obat pengencer dahak lagi. Sejak kemarin waktu antar anak ke toko buku, aku tersadar ketika baca buku dengan judul di picture di bawah. Diet sehat dengan gembira kenapa tidak? Rasah nggresulo (tidak perlu mengeluh), wong makan sehat yang enak juga banyak. Biasa aja. Makan enak yang tidak sehat kan dulu sudah pernah? Tidak perlu kepengin lagi.

Sejak usiaku 50th, Januari kemarin, aku berpikir untuk rajin setiap hari memakai pelembab muka, bibir, dan handbody, meski tidak akan pergi kemana2. Biasanya sih males-malesan. Sekarang kupaksakan, gak boleh lupa, setiap hari, rutin. Untuk menjaga kesehatan kulit. Sudah mulai umur gold yaa, hehe.. Aku berpikir, aneh. Kulit, yang hanya terlihat diluar saja aku jaga sedemikian rupa, masak organ dalam malah kusepelekan. Ini kesadaran pertama.

Kesadaran kedua, tentang makanan sehat. Sophia Latjuba dan banyak artis-artis langsing yang lain mati2an diet dengan memakan hanya makanan sehat, untuk menjaga penampilan. Padahal mereka sehat, tidak punya LPR. Masak aku yang sakit justru masih pengen makan segala macam termasuk yang tidak sehat. Janganlah menjadikan itu siksaan, tapi kebanggaan. Paling enggak, samalah makanan sehatnya ama Sophia Latjuba, haha..

So, supaya gak takut dengan mimpi matiku, aku mengaitkannya dengan lembaran baruku. Lembaran yang baik. Aku ingin mulai makan dan minum yang sehat mulai sekarang, dengan gembira tentu saja, hehe..

Salam sehat..

Ref:
https://www.docdoc.com/medical-information/conditions/laryngopharyngeal-reflux?lang=id
https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/artikel/fungsi-tenggorokan-ternyata-penting-dalam-sederetan-sistem-tubuh-ini/amp 








Minggu, 07 Februari 2021

Surat Buat Anakku Lanang - 2

Hati Mama membuncah kembali ketika kamu menyampaikan berita, "Mah, minggu depan aku sudah harus balik Bandung, karena tanggal 10 udah diminta masuk kerja". Alhamdulillah lee, disaat pandemi begini, kamu bisa cepat dapat kerja.

Mama teringat perjuangan kita bersama kemarin untuk menyelesaikan studimu. Juni 2020, setelah libur panjang semesteran kamu balik Bandung. "Selesaikan Tugas Akhir (TA)mu le, karena ini semester akhir lo", kataku. "Ya Mah", jawabmu singkat tapi mantap.

Tapi ketika dia udah di Bandung kok hati Mama was-was, telpon Papamu, "Pah, coba telpon kampus ITB, cari tahu tentang Tio, sampai mana TA nya, apa bisa selesai benar semester ini, karena ini semester akhir lo, bisa kena DO nanti". Dan Papamu berhenti mencari info hanya sampai dapat nomor hp bagian TU aja. "Mama yang hubungi ya", katanya. Oke lah, sapa takut? Saat kritis begini sepertinya Mama harus turun tangan, mempercayai naluri ibu.

Dan benar, ternyata kata bagian TU, kamu sudah 1 tahun ngilang melulu dan dihubungi susah. Langsung Mama minta nomor hp dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing TA nya. Lemas rasanya mendengar hal yang sama dari kedua dosenmu itu. Entah apa yang terjadi, karena kamu selalu terlihat ceria dan baik-baik saja. Bahkan setiap ditanya TA, selalu dijawab masih dikerjakan, selalu bimbingan. Dan Mama tak pernah bertanya lebih lanjut, karena menurut Mama kamu sudah besar, adalah tanggungjawabmu sendiri. Tapi tidak kali ini.

Tanpa berpikir 2x lagi, Mama putuskan untuk melakukan waskat, cek & ricek kali ini. Segera kutelpon kamu, dengan nada datar tanpa memarahi, karena aku tahu mungkin ini sudah cukup berat bagimu, "Mama sudah telpon bu D dan pak A, pak Y, dosen-dosenmu, Mama udah tahu semua. Sekarang segera daftar ulang kuliah lagi dan hubungi dosen-dosenmu, Mama akan cek tiap hari."

Dan benar, setelah itu setiap hari Mama meneleponmu, sekedar menanyakan perkembangan TA, kesehatanmu, atau hanya mengobrol ngalor-ngidul memberi semangat. Tak lupa Mama selipkan pertanyaan tentang TA, tapi kali ini secara detail, bab berapa, kesulitannya apa, dan mengkomunikasikan kembali dengan dosen pembimbingmu. Itu Juli 2020. 

Kuusahakan setiap bulan Mama ke Bandung, menjengukmu secara fisik, memberi semangat, mentraktir teman-teman se-kostanmu yang kutitipkan untuk menjagamu. Mengesampingkan ketakutan memakai public transport disaat pandemi. Desember 2020, disaat injury time, akhirnya kamu mengabarkan bahwa sudah diminta sidang akhir. Dan alhamdulillah lulus, dengan beberapa perbaikan. Rasa senang Mama dan Papa tak terkira. Rasanya seperti orang baru lahiran, hehe..

Pertengahan Januari 2021 selesai semua perbaikan TA, dan proses penjilidan, serta penyerahan ke TU. Kamu pulang Jogja dengan menghadiahkan Mama 1 bundel TA 213 halaman. Mata Mama berkaca-kaca. Dengan takjub kubuka lembar demi lembarnya, kubaca dari awal sampai akhir, meski Mama gak ngerti. Alhamdulillah ya Allah, selesai juga perjuangan kita ya le, hehe..

Kini awal Februari 2021 kamu akan kembali ke Bandung untuk bekerja. Mendapat pekerjaan tanpa bantuan Mama meski Mama tawarkan. Katamu, "Nanti aja Ma, aku mau coba kerja ini dulu". Yasudah le, kerja yang bener ya, yang rajin. Jangan mikir uang dulu, karena gaji itu mengikuti prestasi. Jangan korupsi. Jaga kesehatan, karena kesehatan yang utama, kalau gak sehat, gak bisa kerja juga kan? Makan teratur, justru supaya tidak terlalu gemuk. Jangan lupa selalu jaga time-managementmu, itu nasehat Mama dulu yang tak kau indahkan, jadi agak terlambat studimu. Jangan lupa untuk selalu rendah hati dan menjaga akhlak. Jangan lupakan sholat, jadikan sholat dan sabar sebagai penolongmu.

Oh ya, cari jodoh yang baik. Jika sudah dapat, perlakukan dengan baik, seperti kamu memperlakukan Mama dan adek perempuanmu. Jaga. Yang terakhir, tetapkan jadwal secara reguler jenguk Mama ya? Karena Mama tidak mau menjadi mama-mama yang munafik, menahan rindu padahal sebenernya kangen sama anaknya. Maafkan Mama yang terlalu berterus terang, hehe..

Semoga sukses anakku, semoga Allah selalu melindungimu, aamiin..



Yogyakarta, 8 Februari 2021

Mama yang menyayangimu, selalu..



 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design