Selasa, 12 Mei 2020

25 Tahun Perjalanan Pernikahan Kita

25 tahun perjalanan pernikahan kita, rasanya baru 25 hari saja saat kemarin aku bikin video, edit foto-foto, dan dengerin lagi lagu kita saat pacaran. Kasih by Ismi Azis. Ketika kuperdengarkan lagu itu, kamu cuma senyum-senyum dan berujar, "Hooh po?". Aku yakin kamu ingat, hanya saja malu mengakui. Seperti juga saat itu kamu pernah malu mengakui, mengirimi surat cinta aku berbendel-bendel, yang masih rapih kusimpan di Jakarta, dan malu mengakui pernah mengirimiku satu-satunya puisi yg kautulis dan kubingkai, tersimpan di rumah ibuku di Jogja. Ya, kamu memang mencintaiku dengan cara yang unik.

25 tahun perjalanan pernikahan kita, hari ini aku mengingat lagi saat pertama kita bertemu. Saat KKN, saat kita satu kecamatan saling kunjung-mengunjungi desa-desa tetangga. Saat itulah aku melihatmu. Seorang pemuda rapih, rambut agak gondrong sedikit, putih, keren, khas anak mapala, baju kotak-kotak flanel dimasukkan, celana panjang jeans, sedang khusuk sholat, makmum, ditengah-tengah perjalanan kita. Pemandangan yang aneh, kataku dalam hati. Biasanya orang keren itu gak sholat, ato orang sholat itu gak keren, pada jaman itu yaa, hehe.. Segera saja kutanya ke temenku, "Siapa itu?". "Oh itu Bobby, ketua kelompok desa J", jawabnya. "Salam ya", kataku lagi dengan ringan. Udah gitu aja. Dan aku sudah lupa ketika pulang. Tak dinyana, besoknya si Bobby ini datang ke desaku, dengan alasan pengen bantuin bikin peta desa. Padahal kata temennya, alasan sebenernya pengen liat siapa sih kemarin yang kasih salam ke dia, ahihi.. Dan sejak itu, hubungan kami berlanjut.

25 tahun perjalanan pernikahan kita, apakah mudah memperjuangkannya? Tentu saja tidak. Pada awal sebelum menikah, seperti orang Jawa pada umumnya, pernikahan adalah merupakan bersatunya 2 keluarga besar. Ibuku dan beberapa kakakku yang Katholik, tentu menjadi pertimbangan juga oleh calon mertuaku, yang sangat teguh dalam menjalankan ibadah Islam. Ketika kutanya ke pacarku ini, "Apa jawabmu mas?". Dengan enteng dia bilang, "Yang mau nikah kan aku, bukan Bapak-Ibuku".. Dan sebaliknya, ketika itu Ayahku masih kurang sreg dengan pilihanku, Beliau berkata, "Itu nanti kerjanya cuman tukang ukur tanah, kamu siap?". Kujawab mantap, "Siap Pah". Dan akhirnya, atas restu kedua orangtua kami menikah.

25th perjalanan pernikahan kita, aku ingat kita memulai segalanya dari nol. Saat pacaran, kamu belum bisa nyetir mobil. Kamu dengan segala kealimanmu, mau mengantarkan aku ke dokter hewan, memeriksakan anjingku yang lagi sakit. Aku menyetir dan kamu di sampingku, sedangkan Z anjingku ada di belakang. Dalam perjalanan, anjingku ini jalan ke depan, ke pangkuanmu. Aku tau kau tak suka anjing, tapi perasaan itu kamu tahan demi aku. Begitu juga saat aku nemu anjing baru, putih dan lucu namanya Snowy, susah payah kamu mau carikan orang untuk adopsinya. Di saat awal menikah pun, sungguh kita belum berpikir akan tinggal dimana. Saat itu, hanya 2 minggu sebelum menikah saat di rumah Kakakku di Bekasi, kita lihat iklan Pos Kota, ada rumah disewakan di daerah Radio Dalam. Langsung kita lihat, dan cocok harga, meski di dalam gang sempit, lalu kita sewa. Hampir 2 tahun kita disitu, dan kebanjiran 2x. Sungguh, kekuatan cinta, tak membuat kita berpikir panjang dan kesusahan.

25 tahun perjalanan pernikahan kita, tentu saja tak selamanya halus lurus. Berombak, berkelok, kadang harus memecah batu cadas. Ketika rintangan datang dan rasa sayang itu memudar, apa yang kulakukan? Mengingat kembali rasa cinta yang dulu sangat kurasakan. Ketika rindu padamu rasanya sangat sakit di dada, seperti sembilu menusuk jantungku. Ketika Jogja tiba-tiba menjadi terasa sepi, padahal saat itu aku sedang berada di keramaian malam di depan Benteng Vredeburg, kala kau mendahuluiku kerja di Jakarta. Dan tiba-tiba rasa hangat akan menjalari dadaku, rasa cinta itu kembali meluap di dalam dada.

25 tahun perjalanan pernikahan kita, apakah sama rasa cintaku padamu seperti rasa cintamu padaku? Entahlah. Yang pasti kamu selalu ingat hal-hal kecil tentang diriku. Aku ingat dulu saat perjalanan dinas ke Jombang, kita dapat hotel kecil. Saat itu kuajak kamu dan anak-anak yang masih kecil, karena kebetulan long wiken. Kau berujar pada staff proyek kala itu, "Ada hotel yang lebih bagus gak?". Dijawab sama staffku, "Ada pak, tapi di Kediri, gimana?". "Gak papa, gak terlalu jauh kan? Yang penting ada air panas. Bunda gak bisa mandi air dingin, terbiasa mandi air panas", begitu kata suamiku. Padahal itu sudah malam. Kami pun menempuh perjalanan hampir 1 jam lamanya untuk pindah hotel, demi aku. Dan aku, hanya tersenyum simpul, kok ngerti, batinku, dalam hati, hehe..

25th perjalanan pernikahan kita, aku, kamu, kita, akan terus selalu belajar, meski waktu bersama telah berlalu selama ini. Karena manusia, cinta dan hidup itu akan selalu penuh perjuangan, pelajaran. Terimakasih telah memberikan warna pada hidupku. Seperti yang pernah almh Ibuku bilang, bahwa aku tak kan pernah bisa diam. Tak kan pernah bisa betah pada hal-hal yang stagnan. Flat life is boring me. Setiap riak itu datang, pada akhirnya aku menerimamu apa adanya, seperti kamu pun pada akhirnya menerimaku apa adanya. Aku kan selalu ingat kata-kata ibuku tadi, dan kemudian menyadari bahwa kamu ada disampingku, untuk memberi warna itu.

25 tahun perjalanan pernikahan kita, terimakasih sudah mendampingiku dalam suka maupun duka. Dalam sedih maupun senang. Dalam sakit maupun sehat. Dalam gejolak rasa dan emosiku yang kadang naik dan turun. Dalam diam, aku tau kamu mencintaiku. Dalam banyak bicara, kamu tau aku juga mencintaimu. Jangan pernah bosan padaku, jangan pernah bosan pada tingkah seperti anak kecilku, yang sampai sekarang pun masih suka duduk di pangkuanmu. Sampai kapan? Semoga sampai nenek-nenek pun aku masih begitu, karena itu caraku menjaga cinta kita.

Terimakasih suamiku..


 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design