Jumat, 10 Februari 2017

WANG-SINAWANG

Pernah pada saat aku masih kerja, salah satu saudaraku (yang ibu rumah tangga full selama lebih dari 25th) berkata, “Enak ya, wanita bekerja itu, bisa keluar rumah tiap hari, dandan bagus, cantik, wangi, haha hihi ama temen-temennya.” – Dan aku hanya terdiam meringis.

Kenapa aku hanya terdiam dan meringis? Yang pertama, karena yang berkata itu adalah saudara yang lebih tua dariku. Ra wani njawab, ndak kualat, dadi jambu mete, hehe.. Yang kedua, aku teringat kata-kata ibuku, bahwa wong urip iku WANG-SINAWANG, sing ketok kepenak durung tentu kepenak tenan, sing ketok ra kepenak durung tentu ra kepenak tenan.

Tahukah saudaraku, apa yang kurasa sebenarnya pada saat itu?

Ingin aku berkata, Aku juga sebenarnya pengen di rumah saja, daripada pagi-pagi harus menempuh kemacetan 1-1.5jam, dan akhir-akhir ini 2.5-3jam. Aku juga sebenernya pengen bisa arisan, kumpul ama teman di hari kerja, tanpa khawatir telepon panggilan dari kantor atau boss, njuk buru-buru balik kantor sambil deg-degan, takut dimarahi. Aku juga sebenernya pengen dasteran, kathok cendakan saja, dan tidak wangi sebentar, tidak harus buru-buru mandi di pagi hari. Aku juga sebenarnya pengen bisa punya waktu lebih untuk anakku, bercerita, menemani tidur siang, membantu mengerjakan peernya, dan banyak lagi. Aku juga sebenarnya pengen bisa ikut senam, yoga, pengajian ibu2, dan masih banyak lagi yang dilakukan pagi hari selain rutinitas ke kantor. Aku juga sebenarnya pengen bisa punya waktu lebih untuk memasak, mencoba resep baru, membikin kue, dan masih banyak lagi hal2 yang bisa kulakukan di dapur. Aku juga sebenarnya pengen bisa punya banyak waktu lebih untuk mengatur rumah, bersih-bersih, membeli pernak-pernik, mempercantik rumah, dlsb..

Mungkin saudaraku itu tidak tahu dibalik ceria dan kerapihan dan kewangian baju-baju kantorku itu, Saat aku dimarahi atasan. Saat aku dikejar deadline. Saat aku harus bertanggung jawab atas masalah personal dan kantor dari anak buahku. Saat aku harus membagi pikiran masalah kantor dan rumah. Saat aku harus memisahkan perasaan personal untuk bisa tetap fokus bekerja di kantor. Saat aku kepikiran pekerjaan jika di rumah, dan tak nyenyak tidur. Saat aku berselisih paham dengan sesama rekan kerja. Saat aku terancam jiwa ketika harus menegakkan kebenaran di kantor. Saat aku harus pasrah kepada Allah akan keselamatan perjalanan dinasku. Saat aku harus membagi pikiran dan tenaga di kala orangtuaku atau anakku sakit.

Tapi tak satu kata pun terucap dari bibirku pada saat itu..

Teringat salah satu cerita ibuku, Ketika suatu siang yang terik, di saat berhenti pada traffic light, seorang pengendara motor melihat ke sebelahnya, pria berdasi di dalam mobil mercy. Dalam pikirannya, enaknya di dalam mobil, ber-ac, adem, disopirin. Gak kayak gue, kepanasan, kena debu, asap knalpot, kasian banget deh gue.. Tapi sebenarnya, pria berdasi itu juga sedikit melirik ke pengendara bermotor itu dan berkata dalam hati, enaknya naik motor, bisa nyelap-nyelip kesana-kesini, gak kena macet berjam-jam bikin bete kayak gue. So..? Enak mana menurut anda? Pengendara motor atau pria berdasi dalam mercy? Itulah gambaran sederhana dari WANG SINAWANG itu.

Sekarang aku sudah pensiun, dan menjadi ibu rumah tangga full time. Berbekal kata WANG SINAWANG tadi, aku mencoba menikmati current time ku kini. Saat jadi karyawati ya harus dinikmati. Saat jadi ibu rumah tangga ya juga harus dinikmati. Untuk apa karyawati iri hati pada ibu rumah tangga? Untuk apa ibu rumah tangga iri hati pada karyawati? Tapi, Tak perlu juga menjadi karyawati itu berbangga hati. Tak perlu juga menjadi ibu rumah tangga itu berbangga hati. Kabeh kui mung WANG SINAWANG…


Yogyakarta, 3 Desember 2016
Renungan/catatan/uneg2 setelah hampir setahun pensiun dini 

Coz we are friends. No matter who i am, or where i am..

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design