Pernah pada saat aku masih kerja, salah satu saudaraku (yang ibu
rumah tangga full selama lebih dari 25th) berkata, “Enak ya, wanita bekerja
itu, bisa keluar rumah tiap hari, dandan bagus, cantik, wangi, haha hihi ama
temen-temennya.” – Dan aku hanya terdiam meringis.
Kenapa
aku hanya terdiam dan meringis? Yang pertama, karena yang berkata itu adalah
saudara yang lebih tua dariku. Ra wani njawab, ndak kualat, dadi jambu mete,
hehe.. Yang kedua, aku teringat kata-kata ibuku, bahwa wong urip iku
WANG-SINAWANG, sing ketok kepenak durung tentu kepenak tenan, sing ketok ra
kepenak durung tentu ra kepenak tenan.
Tahukah
saudaraku, apa yang kurasa sebenarnya pada saat itu?
Ingin
aku berkata, Aku juga sebenarnya pengen di rumah saja, daripada pagi-pagi harus
menempuh kemacetan 1-1.5jam, dan akhir-akhir ini 2.5-3jam. Aku juga sebenernya
pengen bisa arisan, kumpul ama teman di hari kerja, tanpa khawatir telepon
panggilan dari kantor atau boss, njuk buru-buru balik kantor sambil deg-degan,
takut dimarahi. Aku juga sebenernya pengen dasteran, kathok cendakan saja, dan
tidak wangi sebentar, tidak harus buru-buru mandi di pagi hari. Aku juga
sebenarnya pengen bisa punya waktu lebih untuk anakku, bercerita, menemani
tidur siang, membantu mengerjakan peernya, dan banyak lagi. Aku juga sebenarnya
pengen bisa ikut senam, yoga, pengajian ibu2, dan masih banyak lagi yang
dilakukan pagi hari selain rutinitas ke kantor. Aku juga sebenarnya pengen bisa
punya waktu lebih untuk memasak, mencoba resep baru, membikin kue, dan masih banyak
lagi hal2 yang bisa kulakukan di dapur. Aku juga sebenarnya pengen bisa punya
banyak waktu lebih untuk mengatur rumah, bersih-bersih, membeli pernak-pernik,
mempercantik rumah, dlsb..
Mungkin
saudaraku itu tidak tahu dibalik ceria dan kerapihan dan kewangian baju-baju
kantorku itu, Saat aku dimarahi atasan. Saat aku dikejar deadline. Saat aku
harus bertanggung jawab atas masalah personal dan kantor dari anak buahku. Saat
aku harus membagi pikiran masalah kantor dan rumah. Saat aku harus memisahkan perasaan
personal untuk bisa tetap fokus bekerja di kantor. Saat aku kepikiran pekerjaan
jika di rumah, dan tak nyenyak tidur. Saat aku berselisih paham dengan sesama
rekan kerja. Saat aku terancam jiwa ketika harus menegakkan kebenaran di
kantor. Saat aku harus pasrah kepada Allah akan keselamatan perjalanan dinasku.
Saat aku harus membagi pikiran dan tenaga di kala orangtuaku atau anakku sakit.
Tapi
tak satu kata pun terucap dari bibirku pada saat itu..
Teringat
salah satu cerita ibuku, Ketika suatu siang yang terik, di saat berhenti pada
traffic light, seorang pengendara motor melihat ke sebelahnya, pria berdasi di
dalam mobil mercy. Dalam pikirannya, enaknya di dalam mobil, ber-ac, adem,
disopirin. Gak kayak gue, kepanasan, kena debu, asap knalpot, kasian banget deh
gue.. Tapi sebenarnya, pria berdasi itu juga sedikit melirik ke pengendara
bermotor itu dan berkata dalam hati, enaknya naik motor, bisa nyelap-nyelip
kesana-kesini, gak kena macet berjam-jam bikin bete kayak gue. So..? Enak mana
menurut anda? Pengendara motor atau pria berdasi dalam mercy? Itulah gambaran
sederhana dari WANG SINAWANG itu.
Sekarang
aku sudah pensiun, dan menjadi ibu rumah tangga full time. Berbekal kata WANG
SINAWANG tadi, aku mencoba menikmati current time ku kini. Saat jadi karyawati
ya harus dinikmati. Saat jadi ibu rumah tangga ya juga harus dinikmati. Untuk
apa karyawati iri hati pada ibu rumah tangga? Untuk apa ibu rumah tangga iri
hati pada karyawati? Tapi, Tak perlu juga menjadi karyawati itu berbangga hati.
Tak perlu juga menjadi ibu rumah tangga itu berbangga hati. Kabeh kui mung WANG
SINAWANG…
Yogyakarta, 3 Desember 2016
0 komentar:
Posting Komentar