Minggu, 05 Februari 2017

BE A SMART PATIENT (2010)

Be a smart patient

Nonton Oprah hari Sabtu kemarin enggak? It’s about being a smart patient. Begini ceritanya. Ada seorang chef terkenal di Amrik, sudah sering mendapat perhargaan karena inovasi makanannya yg unik dan lezat. Suatu hari dia menemukan 1 titik putih kecil di lidahnya. Sewaktu dia memeriksakan gigi, dia bertanya ke dokter giginya spot putih apakah itu. Dokter giginya menjawab bhw itu bukan spot apa2, biasa terjadi jika kita sedang stress.

Karena tidak puas dengan jawaban dokter giginya, chef itu bertanya pada dokter umum, dan diberikan jawaban yg kurang lebih sama. Tiga tahun berlalu, dan sang chef ini sudah tidak menganggap spot tadi sbg suatu penyakit yg berarti. Akan tetapi sakit mulai menyerang, dan sang chef mulai tidak dapat makan, hanya makanan cair dan susu. Bobot tubuhnya berkurang hingga 10 pound saat itu.

Akhirnya dia menemui dokter bedah mulut dan melakukan biopsi. Berita mengejutkan diterima, ternyata spot putih kecil itu adalah kanker stadium 4! Tindakan agresif hrs dilakukan dengan memotong lidahnya, jika tidak maka harapan hidupnya hanya tinggal 6bulan. Bagaiman mungkin seorang chef tanpa lidah? Itu sama saja dengan merenggut esensi hidupnya.

Tak putus asa, dia mencari second opinion. 4 institute dia datangi, dan semuanya sama dengan kesimpulan dan tindakan agresif yang pertama. Sang chef berfikir, masak iya tekhnologi kedokteran sekarang belum sampai pada tingkat penyelamatan dibanding tindakan operasi agresif tsb? Barulah pada hospital ke-5, sang chef menemukan proses penyembuhan dgn tindakan operasi sbg opsi terakhir, yaitu melalui kemotherapi dan radiasi.

Kini sang chef dinyatakan sembuh total dari kanker dan telah menjalani 1.5th fase kesembuhannya. Jika saja spot putih itu dibiopsi dari awal, tidak menunggu selama 3th, maka sebetulnya hanya dibutuhkan tindakan 10menit untuk mengangkatnya di ruang praktek dokter. Jika saja sang chef menyerah pada first opinion, dan tidak be smart dengan mencari opini2 lain, maka dia akan kehilangan lidahnya!

Satu cerita lagi terjadi pada diriku baru2 ini, terhindarkan dari diagnosa yg salah dengan menjadi smart patient. Begini ceritanya. Sudah sekitar 3 minggu aku merasakan nyeri pada perut kanan atas. Tadinya tidak begitu kurasakan dan tidak begitu mengganggu, krn serangan hanya terjadi pada malam hari. Akan tetapi, ketika nyeri habat terjadi siang hari saat aku ada di kantor, barulah aku berpikir ada yg salah, dan aku harus menemui dokter.

Besok paginya aku menemui dokter internis di RS dekat rumahku. Seorang dokter yang sdh tua, pendiam dan terlihat angker. Setelah tanya sedikit, periksa tensi, periksa nadi, periksa mata (apa hubungannya?) dan periksa perut, maka aku dinyatakan sakit tukak usus 12jari. Dalam hati, hebat bgt nih dokter.. Sebenernya apa memang segampang itu menentukan penyakit?

Tapi aku tak menyerah, dan bertanya lagi (meski dokternya ogah2an menjawab), apa gak perlu periksa darah dok? Takutnya ada hubungannya dengan hati (krn ingat perkataan seorang teman di kantor hari sebelumnya). Akhirnya sang dokter angker pun memberikan surat pengantar ke lab untuk periksa fungsi hati dan periksa urine lengkap.

Masih sok teu aku bertanya lagi, gak perlu USG dok? Sang dokter pun menjawab, ya enggaklah, meski diUSG usus 12 jari juga gak keliatan mbak.. Tapi dengan gaya ngeyel tengilku aku pun memaksa, gak papa deh dok di USG aja, biar tuntas dan puas, secara saya punya riwayat fatty lever 4th lalu. Akhirnya dengan ogah2an pak dokter pun memberikan surat pengantar USG Abdomen atas n bawah.

Singkat cerita, hasil lab darah SGPT SGOT normal, urine juga normal. Akan tetapi hasil USG menunjukkan lever sedikit membesar dikarenakan adanya penyumbatan pada saluran empedu. Rasa nyeri ternyata dari 2sumber, yang pertama betul usus 12jari, tapi yang plg nyeri adl pada empedu (karena terjadi radang). Dan hal itu didapat dari hasil USG! (yg kata pak dokter gak perlu itu...)

So, inti dari 2 cerita diatas adalalah, sebagai pasien kita harus be smart. Banyak bertanya, mengajukan usul, sampai dengan mencari second opinion. Jangan pasrah saja pada dokter, menganggap mereka spt dewa. Dokter jg manusia, ya nggak brurr?

Oke dweh, semoga sharing cerita diatas bermanfaat...




Jakarta,
18 Februari 2010

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Notes Template by Ipietoon Cute Blog Design