Kemarin di beberapa WAG beredar picture yang memberikan urutan 10 kota idaman. Nomor 1 adalah Yogyakarta. Dan banyak teman serta saudara yang mengaminkannya. Tapi taukah teman, meski sekarang aku sudah pensiun dini dan tinggal di Jogja lagi, aku tidak termasuk yang mengaminkannya? Paradoks banget, hehe..
Bagiku, tinggal di kota mana saja bisa menjadi idaman, jika itu berarti dekat dengan orang yang kau cintai. Cintai tidak selalu harus kekasih/suami/istri loohh. Bisa juga anak, ibu/bapak, atau saudara2 kita. Klise? Mungkin. Tapi bagiku itu fakta dan pernah kurasakan, 27 tahun yang lalu. Dan fakta itu masih benar adanya sampai dengan sekarang. Nyatanya bahwa tinggal di Jakarta 22 tahun yang kata bu Tedjo, keras, aku merasa biasa aja tuh? Kalo tak bisa dibilang menikmati ya paling tidak mensyukuri. Dekat dengan suami, anak2, saudara2, teman2 kantor, teman2 sekolah/kuliah, tetangga yg baik2. Suami dan aku bekerja dengan baik, anak2 sekolah dengan baik. Idaman.
Kenapa bisa begitu? Flashback, cerita dimulai bulan Desember tahun 1993. Lama bingits ya, hehe.. Sebagai orang yang lahir dan besar di Jogja, kurang idaman apa coba kotaku ini. Asyik buat sekolah/kuliah, banyak tempat nongkrong, kala itu. Alkisah, malam minggu saat itu, karena gabut (istilah anak jaman now), jalan2lah aku naik motor keliling2 Jogja, dan berakhir dengan berhenti, thethek istilahnya, di depan benteng Vredeburg. Melihat orang lalu-lalang disitu saja biasanya akan menghibur hati, damai, tentram. Tapi tidak malam itu. Karena saat itu untuk pertama kalinya sejak 6 bulan sebelumnya, aku malam minggu sendirian, karena kekasihku ada di Jakarta, sudah diterima bekerja disana. Aku merasa sunyi di tengah keramaian. Sungguh rasa yg aneh.
Dari situlah kemudian aku menyadari bahwa sebenarnya bukanlah tempat atau kota yg bisa membuatmu bahagia. Rasa itu ada di hati.
Jakarta, kota yang menurutku biasa saja tadinya, plus macet dgn segala tetek bengek gak karuannya menjadi indah kala itu, ketika Januari 1994 kemudian aku menyusul kesana, karena diterima bekerja. Nongkrong di Blok M, jalan2 di Citraland, naik bus kota tanpa AC ke Pesing, naik motor ke Bekasi via Pondok Gede, jalan kaki menyusuri jalan Sudirman, OR pagi di Monas, menjadi indah saja tuh? Hehe..
Nah, sejak saat itu, jika ada yg berbicara dengan menunjukkan wajah heran kepadaku, kok bisa, seorang yg lahir dan besar di Jogja, mau dan betah hijrah ke Jakarta? Aku akan tersenyum dan berujar, "The world is only a place, the truly happines is in your heart"..
0 komentar:
Posting Komentar